KAMIS Kliwon 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia melakukan aksi sepihak.
Sejumlah Jendral dan perwira militer angkatan darat menjadi sasaran pembantaian super keji.
Ini sejarah kelam bangsa Indonesia, yang kemudian bisa disebut berbuntut perang saudara yang tidak pernah diinginkan dan diperkirakan.
Siapa yang berduka? Apakah hanya para keluarga korban? Tidak. Keluarga pembantai pun menyandang duka berkepanjangan.
Duka mereka abadi di setiap jengkal sejarah bumi pertiwi. Duka tidak bisa dimonopoli. Duka adalah milik manusia. Tetapi duka bisa dihapus, sepanjang manusia mau berserah diri.
Dalam sejarah kemanusiaan tertulis bahwa Nabi Yaqub Alaihis salam meneteskan air mata ketika memikirkan Yusuf putra terkasih.
“Wa llaa ‘an-hum wa qoola yaaa asafaa ‘alaa yuusufa wabyadhdhot ‘ainaahu minal-huzni fa huwa kazhiim.
“Dan dia (Ya’qub) berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, Aduhai duka citaku terhadap Yusuf, dan kedua matanya menjadi putih karena sedih. Dia diam menahan amarah (terhadap anak-anaknya).” Dikutip dari Al-Qur’an Indonesia Surah Yusuf Ayat 84.
Sejarah hitam 1 Oktober 1965 dinihari membuat mata berbalik memutih karena pedih. Lalu apa kepedihan itu akan berlangsung hingga zaman semakin tua?
Nestapa Jum’at Legi dinihari 1 Oktober 1965, sudah semestinya diadukan atau dikembalikan kepada Sang Pencipta Alam Raya sebagaimana Nabi Yaqub.
“Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” QS. Yusuf: Ayat 86.
Duka itu tidak malah menjadi gunjingan setiap 30 September dan 1 Oktober. Semoga Allah SWT berkenan mengampuni bangsa yang melakukan kekhilafan. Aamiin ya rabbal Al-Amin.
(Bambang Wahyu)