WONOSARI, Minggu Wage—Bulan Sya’ban adalah bulan yang penuh kebaikan. Di bulan tersebut banyak yang lalai untuk beramal sholeh karena yang sangat dinantikan adalah bulan Ramadhan. Mengenai bulan Sya’ban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i )
Nabi SAW memperingatkan keras agar umatnya tidak beramal tanpa tuntunan. Jika beliau saw tidak memberikan tuntunan dalam suatu ajaran, maka tidak perlu seorang pun mengada-ada dalam membuat suatu amalan.. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Amalan yang Ada Tuntunan di Bulan Sya’ban
Amalan yang disunnahkan di bulan Sya’ban adalah banyak-banyak berpuasa. ‘Aisyah ra berkata,
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Di bulan Sya’ban juga amat dekat dengan bulan Ramadhan, sehingga bagi yang masih memiliki utang puasa, maka ia punya kewajiban untuk segera melunasinya. Jangan sampai ditunda kelewat bulan Ramadhan berikutnya.
Amalan yang Tidak Ada Tuntunan di Bulan Sya’ban
Adapun amalan yang tidak ada tuntunan dari Nabi saw banyak yang tumbuh subur di bulan Sya’ban, atau mendekati atau dalam rangka menyambut bulan Ramadhan. Boleh jadi ajaran tersebut warisan leluhur yang dijadikan ritual. Boleh jadi ajaran tersebut didasarkan pada hadits dho’if (lemah) atau maudhu’ (palsu). Apa saja amalan tersebut? Berikut beberapa di antaranya :
Kirim do’a untuk kerabat yang telah meninggal dunia yang dikenal dengan Ruwahan karena Ruwah (sebutan bulan Sya’ban bagi orang Jawa) berasal dari kata arwah sehingga bulan Sya’ban identik dengan kematian. Mendoakan kerabat yang telah meninggal tidak dibatasi hanya pada bulan Sya’ban saja..
Menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan shalat dan do’a.
Tentang malam Nishfu Sya’ban sendiri ada beberapa kritikan di dalamnya, di antaranya:
Tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi saw dan para sahabat. Contoh hadits dho’if yang membicarakan keutamaan malam Nishfu Sya’ban, yaitu hadits Abu Musa Al Asy’ari, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِى لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Sesungguhnya Allah akan menampakkan (turun) di malam Nishfu Sya’ban kemudian mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan saudaranya.” (HR. Ibnu Majah no. 1390). Penulis Tuhfatul Ahwadzi berkata, “Hadits ini munqothi’ (terputus sanadnya).” [Berarti hadits tersebut dho’if/ lemah].
Rasulullah saw bersabda,
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ
“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dari hari lainnya untuk berpuasa.” (HR. Muslim no. 1144).
Malam nishfu Sya’ban sebenarnya seperti malam lainnya. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Malam Nishfu Sya’ban sebenarnya seperti malam-malam lainnya. Janganlah malam tersebut dikhususkan dengan shalat tertentu. Jangan pula mengkhususkan puasa tertentu ketika itu. Dalam hadits-hadits tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban disebutkan bahwa Allah akan mendatangi hamba-Nya atau akan turun ke langit dunia. Perlu diketahui bahwa turunnya Allah di sini tidak hanya pada malam Nishfu Sya’ban. Sebagaimana disebutkan dalam Bukhari-Muslim bahwa Allah turun ke langit dunia pada setiap 1/3 malam terakhir, bukan pada malam Nishfu Sya’ban saja. Oleh karenanya, keutamaan malam Nishfu Sya’ban sebenarnya sudah masuk pada keumuman malam, jadi tidak perlu diistimewakan.
Contoh amalan bid’ah pada malam nisfu sya’ban :
Shalat al-Bara’ah, yaitu shalat seratus rakaat yang dikhususkan pelaksanaannya pada malam nishfu Sya’ban.
Shalat tujuh raka’at dengan niat untuk menolak bala’ (bencana dan musibah), panjang umur, dan kecukupan sehingga tidak meminta-minta kepada manusia.
Membaca Surat Yaasin dan berdoa pada malam nishfu Sya’ban dengan doa khusus, yaitu:
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ، وَلاَ يمن عَلَيْهِ، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ
Meyakini bahwa malam Nishfu Sya’ban adalah malam Lailatul Qadar. Al-Syuqairi berkata, “Dia (pendapat itu) adalah batil berdasarkan kesepakatan para peneliti dari kalangan Muhadditsin.” (Al-Sunan al-Mubtadi’ah, hal. 146) Hal tersebut berdasarkan firman Allah Ta’ala,
Menjelang Ramadhan diyakini sebagai waktu utama untuk ziarah kubur, yaitu mengunjungi kubur orang tua atau kerabat (dikenal dengan “nyadran”). Yang tepat, ziarah kubur itu tidak dikhususkan pada bulan Sya’ban saja. Kita diperintahkan melakukan ziarah kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ
“Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).” (HR. Muslim no. 976). Jadi yang masalah adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk ‘nyadran’ atau ‘nyekar’. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.
Menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar, padusan, atau keramasan. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi saw.
Persiapan menyambut bulan Ramadhan
Bulan Sya’ban adalah bulan latihan, pembinaan dan persiapan diri agar menjadi orang yang sukses beramal shalih di bulan Ramadhan. Untuk mengisi bulan Sya’ban dan sekaligus sebagai persiapan menyambut bulan suci Ramadhan, ada beberapa hal yang selayaknya dikerjakan oleh setiap muslim. Persiapan-persiapan itu meliputi antara lain :
Segera bertaubat dari semua dosa, dengan menyesali dosa-dosa yang telah lalu, meninggalkan perbuatan dosa tersebut saat ini juga, dan bertekad bulat untuk tidak akan mengulanginya kembali pada masa yang akan datang
memperbanyak doa agar diberi umur panjang sehingga bisa menjumpai bulan Ramadhan,
Memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban agar terbiasa secara jasmani dan rohani.
Mengakrabkan diri dengan Al-Qur’an dengan cara membaca lebih dari satu juz per hari, ditambah membaca buku-buku tafsir dan melakukan tadabbur Al-Qur’an.
Meresapi kelezatan shalat malam dengan melakukan minimal dua rakaat tahajud dan satu rekaat witir di akhir malam.
Meresapi kelezatan dzikir dengan menjaga dzikir setelah shalat, dzikir pagi dan petang, dan dzikir-dzikir rutin lainnya.
Persiapan Ilmu, meliputi: Mempelajari hukum-hukum fiqih puasa Ramadhan secara lengkap, Mempelajari rahasia-rahasia, hikmah-hikmah, dan amalan-amalan yang dianjurkan atau harus dilaksanakan di bulan Ramadhan,
Mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an sebagai persiapan bacaan dalam shalat Tarawih, baik bagi calon imam maupun orang yang shalat tarawih sendirian di akhir malam (tidak berjama’ah ba’da Isya’ di masjid).
Mendengarkan bacaan murattal shalat tarawih para imam masjid yang terkenal keahliannya di bidang tajwid, hafalan, dan kelancaran bacaan.
Mencegah hawa nafsu dari keinginan untuk melampiaskan kemarahan, kesombongan, penyimpangan, kemaksiatan dan kezaliman
Membiasakan diri untuk hidup sederhana, ulet, sabar,
Semoga kita termasuk golongan yang bisa berniat, berucap, dan berbuat yang terbaik di bulan Sya’ban dan Ramadhan yang akan datang. Hanya kepada Allah SWT kita memohon petunjuk dan pertolongan.
Penulis : H.Untung Santosa, SE