WONOSARI, Kamis Legi— Setiap tanggal 27 Mei, warga Kabupaten Gunungkidul selalu memperingati hari jadi atau ulang tahun. Untuk tahun 2017 ini, Gunungkidul genap berumur 186 tahun. infogunungkidul.com mencoba mengulas sejarah awal mula berdirinya kabupaten di pegunungan seribu, tanah tumpah darah warga Gunungkidul.
Mata dan telinga warga Bumi Handayani mungkin masih asing dengan nama Bagus Damar. Namun sebenarnya dialah pelaku sejarah adeging (red-berdirinya) kota Wonosari.
Diceritakan oleh Harjono 67, warga Padukuhan Piyaman I, Desa Piyaman Kecamatan Wonosari, sesepuh sekaligus keturunan langsung Bagus Damar.
Berdasarkan cerita turun temurun sosok Bagus Damar adalah tedak turuning Prabu Brawijaya V yang memiliki putra dari garwo selir bernama Raden Ngabehi Suwondo Harjo Dinomo.
“R.Ng Suwondo Harjo Dinomo berputra dua orang. Yang pertama diberi nama Bagus Damar yang kedua Bagus Geneng yang menjadi demang di Karang Rejek bernama Demang Mangun Genengan,” kata Harjono mengawali ceritanya.
Masa itu, Kerajaan Mataram yang ada di Surakarta di pecah menjadi 3 bagian setelah adanya Perjanjian Giyanti dan Perjanjian Salatiga. Jadilah Surakarta Hadiningrat, Ngayogyakarta Hadiningrat dan Mangkunegaran.
“Pangeran Mangkubumi diberi wilayah kekuasaan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan luasan wilayah barat hingga Tegal Wangi atau Tegal Slawi, ke timur sampai tlatah bumi Sukowati, Mantingan. Pangeran Mangkubumi kemudian menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono I,” tambahnya.
Karena hendak menata negara, di pegunungan sewu waktu itu telah ada kabupaten namun namanya bukan Gunungkidul, melainkan Kabupaten Pati yang beribukota di Ponjong (red-sekarang masih ada letaknya di Padukuhan Pati, Desa Genjahan, Kecamatan Ponjong).
“Kabupaten Pati bukan Pangeran Mangkubumi yang mendirikan, melainkan Amangkurat Amral yang bertahta di Kartasura. Bupati Ponco Dirjo di Pati bersikukuh belum bersedia takluk kepada Pangeran Mangkubumi,” urainya.
Meski begitu, banyak para punggawa yang sudah takluk kepada Pangeran Mangkubumi. Antara lain Panji Harjo Dipuro di Semanu, Adipati Wiro Negoro di Sumingkar, Ronggo Puspo Wilogo di Seneng atau Siraman, Noto Semito atau Nitisari yang kala itu tinggal di dusun, serta Demang Pengalasan dari tlatah Ngawen.
Karena sudah banyak yang takluk, Pangeran Mangkubumi kemudian memanggil para punggawa tersebut untuk menghadap beliau ke Ngayogyakarta. Semuanya bergegas menghadap kecuali Nyi Nitisari yang mengutus Bagus Damar untuk mewakili. Bagus Damar tak lain dan tak bukan keponakan Nyi Nitisari.
“Oleh Pangeran Mangkubumi diturunkanlah perintah untuk membabat Alas (red-hutan) Nongko Doyong. Tujuannya adalah untuk dijadikan pusat pemerintahan di pegunungan seribu. Tidak ada satu pun diantara punggawa tersebut yang sanggup melaksanakan titah sang raja,” lanjut Harjono.
Alasan Pangeran Mangkubumi memilih Alas Nongko Doyong sebagai pusat pemerintahan di pegunungan seribu, adalah agar terwujud keadilan. Sebab posisinya paling tengah, sehingga dari segenap penjuru dekat kalau hendak ke pusat kabupaten.
Lantas kenapa tidak ada punggawa yang sanggup ? Karena ngeri, sebab Alas Nongko Doyong sudah terkenal sebagai Keraton Kajiman (red-keraton bangsa jin). Sudah kondang bahwa Alas Nongko Doyong adalah tempat wingit (gawat) dimanasato moro mati, jalmo moro jalmo keplayu (hewan mendekat mati, manusia mendekat lari terbirit-birit ketakutan.
Namun Bagus Damar sebagai yang termuda menyatakan kesanggupan. Dia berkeyakinan segawat apapun itu, karena perintah dari raja pasti ada jalan penyelesaiannya.
“Setelah pisowanan, Bagus Damar di cegat oleh Ronggo Puspo Wilogo. Pada intinya Rangga Puspo Wilogo tidak senang dengan ulah Bagus Damar yang dianggap terlalu berani,” paparnya.
Di bawah pohon kesambi keduanya berdebat habis-habisan. Ronggo Puspo Wilogo kalah berdebat dan bersumpah sampai tujuh turunan anak keturunannya dilarang berhubungan dengan wong ndeso (red-karena saat itu Bagus Damar tinggal di pelosok desa).
Pohon kesambi tempat berdebat dan menambatkan kuda itu sekarang bernama Sambi Pitu. Diambil dari sumpah Ronggo Puspo Wilogo yang turun temurun hingga tujuh keturunan.
Bagus Damar kemudian pulang dan melaporkan apa yang diperintahkan Pangeran Mangkubumi dan telah disanggupinya untuk babat Alas Nongko Doyong kepada Nyi Nitisari. Mendengar apa yang disampaikan Bagus Damar, Nyi Nitisari pun memarahi Bagus Damar karena dianggap terlalu berani.
Meski begitu, karena sudah perintah raja maka Nyi Nitisari kemudian memerintahkan Bagus Damar agar segera siram jamas(red-mandi besar) sebelum mulai bertapa di bawah pohon Nongko Doyong yang terletak di tengah hutan.
“Oleh Nyi Nitisari Bagus Damar dibekali senjata Keris Kanjeng Kyai Crubuk. Empat puluh hari empat puluh malam lamanya Bagus Damar bertapa di Alas Nongko Doyong hingga membuat panas bangsa jin yang tinggal disitu,” urainya.
Karena kuatnya bertapa di tempat tersebut, lanjut Harjono, muncullah Nyai Gadung Mlati, ratu bangsa jin di Keraton Alas Nongko Doyong. Dia menemui menemui Bagus Damar.
Terjadilah dialog antara Nyai Gadung Mlati dengan Bagus Damar terkait maksud dan tujuan bertapa di tempat tersebut. Dengan lantang Bagus Damar menyatakan kalau diutus Raja Ngayogyakarta Hadiningrat untuk babat Alas Nongko Doyong.
“Daripada rakyatnya mati terbakar karena pertapaan Bagus Damar, Nyai Gadung Mlati akhirnya menyerah dan bahkan mau membantu dengan beberapa syarat,” imbuhnya.
Syarat yang dimaksud antara lain, yang diperkenankan membabat Alas Nongko Doyong adalah 10 perjaka dan 10 perawan yang belum pernah menstruasi ditambah Bagus Damar sendiri. Jadi total hanya 21 orang dan harus dimulai di hari Jum’at Kliwon.
Alas Nongko Doyong dibabat untuk dijadikan pusat pemerintahan di pegunungan seribu. Atas jasanya, Bagus Damar oleh Pangeran Mangkubumi diberikan kekancingan asmo (nama gelar kebesaran) Ki Wono Pawiro. Wono artinya hutan, Pawiro artinya kuat, perwira yang sanggup menaklukkan Ratu Jin Nyai Gadung Mlati.
Oleh Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengkubuwono I, Alas Nongko Doyong yang sudah berhasil di babat oleh Bagus Damar diberi nama Wonosari atau Wono Asri artinya dari hutan yang rapat berubah menjadi asri (indah). Bersambung. Red