BUPATI SUNARYANTA PERLU MENGINGAT PESAN 17 RAMADHAN

948

WONOSARI-SELASA KLIWON | Substansi perintah membaca pada Surat Al- Alaq, Wahyu yang turun pertama kali pada 17 Ramadhan itu tidak pernah dipegang teguh oleh sebagian besar umat manusia.

Di Gunungkidul hal itu terjadi. Oleh sebab itu Bupati Sunaryanta didorong untuk segera menyadari kekhilafan, demi keutuhan dan kerukunan masyarakat.

Fakta menunjukkan, bahwa saat ini banyak manusia yang buta huruf kontekstual tidak bisa mengikuti perkembangan zaman yang terus melaju tak kenal henti.

Banyak umat yang gagal membaca dimensi masa lampau, masa kini dan masa depan. Yang mereka pahami sebatas masa kini yang semu yang secara materialistik menguntungkan dirinya, tanpa mempertimbangkan bahwa ada masa keabadian yang jauh lebih penting.

Tanggal 17 Ramadhan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اِقْرَأْ بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ
iqro bismi robbikallazii kholaq

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,”
(QS. Al-‘Alaq 96: Ayat 1)

Betapa perintah di atas begitu tegas, tetapi karena manusia itu lalai, maka ketika pandemi muncul di permukaan bumi, yang terjadi adalah gagap.

Dari akhir 2019-2022, kondisi kesehatan masyarakat belum pulih 100%, begitu pula ekonomi, sosial, budaya dan yang lain.

Contoh terbaru, gerakan aksi menolak pembangunan tugu tobong gamping yang akan menggantikan tugu patung kendhang merupakan perwujudan dari intensitas warga dalam membaca pergerakan zaman.

Mereka tidak asal protes, tetapi dengan dasar mapan mereka menunjukkan bahwa berpikir kritis itu perlu dan penting. Di samping UU melindungi, harkat kemanusiaan harus dijunjung tinggi.

Pemimpin Gunungkidul, siapa pun dia, patut memiliki rasa bersalah jika ada sesuatu yang salah dan sedang bergerak di kalangan masyarakat, tidak malah bertahan dengan pongah merasa benar.

Cak Nun memberi contoh, Ahwa Kalifaf Umar Bin Khotob membentur-benturkan kepalanya ke tembok, karena mendengar ada onta terpeleset di tengah jalan.

Pembangunan jalan di saat itu ada di tangan Umar Bin Khotob. Ada Unta tergelincir di jalan, berarti kesalahan ada pada dirinya. Sebegitu jauh, Umar Bin Khotob merasa bersalah, tidak hanya kepada rakyatnya, kepada hewan pun dia merasa bersalah.

Oleh masyarakat, rencana pembangunan patung Tobong Gamping di Bundaran Siyonoharjo dianggap tidak pas kalau hanya menuruti emosi nostalgia.

Dalam hal ini naluri Umar Bin Khotob mestinya bangkit. Sunaryanta harus menterjemahkan pesan 17 Ramadhan: bacalah atas nama Tuhanmu yang menciptakan.

Sebagian prestasi setahun pemerintahan Sunaryanta belum menonjol. Sumbangan hasil pertanian terhadap PDRB menurut angka BPS justru turun dari 24,67% menjadi 23,69% lantaran pandemi.

Begitu pula pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan naiknya derajat kesejahteraan rakyat, menurut BPS juga belum melampaui tahun 2019 yang angkanya 5,34%. Tahun 2021 baru sampai di angka 5,22. (Bambang Wahyu)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.