DPD PAN GUNUNGKIDUL: PENURUNAN TINGKAT KEMISKINAN KELIRU ALUR PIKIR

1023
Oleh: Arif Setiadi

Merujuk pernyataan Saudara Wakil Bupati Heri Susanto, beberapa hari yang lalu, yang mentargetkan penurunan tingkat kemiskinan sampai dengan tahun 2024 sebesar 5% sampai dengan 7%, dari baseline sebesar 17,07% pada tahun 2020 menjadi sebesar 12,07% atau 10,07% di tahun 2024, ada hal mendasar yang menggambarkan kekeliruan alur pikir dan konsep.

Tentu, apabila target penurunan sebesar 5% sampai dengan 7% yang disampaikan Saudara Wakil Bupati dapat tercapai, itu merupakan hal yang sangat menggembirakan dan memang menjadi harapan kita bersama. Semakin kecil tingkat kemiskinan, itu semakin bagus.

Namun demikian, terlepas dari polemik SID bisa dijadikan variabel pengentasan atau tidak, pantas untuk dicermati bersama bahwa pernyataan Wakil Bupati terkait penurunan tingkat kemiskinan sebesar 5% sampai dengan 7% sampai dengan tahun 2024, jelas tidak berdasarkan dokumen perencanaan yang telah disepakati berupa Perda RPJMD 2021-2026.

Dalam dokumen RPJMD dapat dibaca bahwa target penurunan tingkat kemiskinan dari baseline 2020 sebesar 17,07% adalah sebesar 15% di tahun 2022, sebesar 14% di tahun 2023 dan sebesar 13% di tahun 2024.

Mengacu dokumen RPJMD maka jelas pernyataan Saudara Wakil Bupati tidak mendasar dan tidak konsisten terhadap dokumen perencanaan RPJMD.

“Saya khawatir ada hal yang lebih substansial dari sekedar salah pernyataan. Saya khawatir substansi RPJMD tidak dimengerti dan difahami dengan baik.

RPJMD tidak dijadikan pedoman. Inilah yang saya maksud kekeliruan alur pikir dan konsep.
Lebih jauh, ini bisa juga dibaca bahwa arah kebijakan pembangunan bisa ‘berbahaya’ kalau terlepas atau tidak mendasar pada dokumen perencanaan yang telah ditetapkan.

RPJMD bisa bisa hanya menjadi kertas kosong yang tak ada arti Fraksi PAN DPRD Gunungkidul harus cermati ini. Jangan sampai terjadi.

Alih-alih adanya perdebatan soal posisi SID dalam penanganan soal kemiskinan, DPD PAN Gunungkidul mengingatkan soal pentingnya memahami dengan benar definisi dan indikator kemiskinan yang dikeluarkan BPS.

Kenapa BPS? Karena BPS adalah institusi yang dipercaya dan bertugas secara resmi mengeluarkan data terkait kemiskinan.

BPS mengatakan bahwa kemiskinan diukur menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Ada penetapan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dengan pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang disetarakan 2.100 kilokalori per kapita per hari dengan 52 jenis komoditi; ada pula penetapan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) dengan pengeluaran minimum kebutuhan non makanan berupa perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan dengan parameter 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Pemahaman terhadap soal definisi dan indikator kemiskinan tersebut, tentu akan sangat mempengaruhi strategi, kebijakan, program dan kegiatan yang ditetapkan.

Kalau pemahamannya baik, strategi kebijakannya pasti tepat. Program kegiatannya mujarab dalam menurunkan tingkat kemiskinan.

PAN berharap Pemerintah Daerah genjot kinerja dan lebih fokus dalam upaya-upaya penurunan tingkat kemiskinan.

Singsingkan lengan baju, kerjakan tugas. Cancut Taliwondo. Ini kan spirit kita 190 tahun usia Gunungkidul. Jangan-jangan sudah lupa.

Penulis adalah Ketua DPD PAN Gunungkidul sekaligus anggota DPRD DIY



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.