Droping Air Bersih: Modus Mempertahankan Proyek Musiman

881

WONOSARI, Sabtu Wage–Anton Supriyadi, anggota DPRD Gunungkidul dari Partai Nasdem mengatakan, kegiatan droping air bersih tidak memecahkan subtansi persoalan. Hal itu hanya merupakan kiat untuk tetap mempertahankan proyek tahunan.

Pemkab Gunungkidul dinilai tidak cerdas. Kekurangan air bersih selalu diatasi dengan tangki. PDAM dituding sangat konvesional, tidak mampu memecahkan masalah air dengan alasan terkendala dana serta medan.

Tiap tahun dana yang disediakan pemerintah, lembaga swasta serta donatur atau swadaya dari berbagai komunitas, menurut Anton mencapai Rp 1 milyard lebih.

Yang jelas, dana untuk pengiriman air bersih melalui OPD seperti Dinsos serta BPBD, tak kurang dari Rp 700 juta. Hasilnya, Gunungkidul masih dicap sebagai daerah kekurangan air.

“Gunungkidul itu menyimpan banyak air. Kalau nggak ada air, apa yang dikirim itu air dari Sleman atau Bantul?” tanya Anton Supriyadi (21/10) setengah menyindir.

Politisi Nasdem ini menduga, pengiriman air bersih melalui tangki merupakan cara untuk mempertahankan proyek musiman. Hal tersebut dengan sengaja dipelihara untuk meraih anggaran rutin.

Berkenaan dengan kecenderungan di atas, Anton mecoba membuat simulasi, perhitungan kebutuhan air bersih tiap kepala keluarga.

Desa yang tidak terjangau pipa, menurut Anton merupkan tanggung jawab pemerintah. Solusinya perlu dibuatkan watertoren (bak). Ukuran bisa disesuaikan dengang kebutuhan.

Satu desa 1.500 kk, per kk 4 orang, setiap orang per hari butuh 70 liter air. Ini berarti 1.500 mengkonsumsi air  420.000 liter/ hari atau sama dengan  84 tangki.

Pemerintah, terang Anton, berkewajiban membuat bak ukuran 15 x 15 x 2.  Rakyat tetap membeli air, pemerintah mensubsidi, nama  Gunungkidul terjaga.

Dengan cara itu, ujar Anton, stigma Gukungkidul daerah kekering akan hilang.

 

Reporter:  Agung Sedayu




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.