WONOSARI , SELASA PAHING-Gus Miftah, dai yang dituding eksentrik oleh sebagian orang yang tidak sepandangan, melakukan pengajian di kelompok penjual “kroto”. Dia dai aneh, tetapi argumen yang dikemukakan selalu logis empiris.
Kroto, menurut Gus Miftah adalah telur semut merah (semut angkrang) yang diperjualbelikan di Pasar Ngasem (Sarsem) Yogyakarta. Dia menegaskan, kroto itu adalah pakan manuk (makanan burung).
Gus Miftah mengaku terus terang, bahwa dakwahnya tidak dilakukan di Sarsem, melainkan di Sarkem (Pasar Kembang), tempat para pelacur nenjajakan dirinya. Mengapa di sana?
“Di Sarkem banyak penjual kroto, pakan manuk,” kata Gus MIftah, (18/12).
Dai yang nama lengkapnya Miftah Maulana Habiburrohman alia ini mengatakan, para pelacur itu ibarat bangunan, adalah rumah yang belum jadi. Selaku dai, Gus Miftah menyamakan dirinya sebagai buruh bangunan.
“Kuli bangunan weruh omah durung dadi, kepengin terlibat untuk merampungkanya, supaya rumah tersebut bisa segera ditempattinggali,” kata Gus Miftah membeberkan perumpamaannya.
Kata pelacuran, di dalam Al Quran hanya ditemukan di Surat An-Nur Ayat 33. Dibagian akhir ayat tersebut dijelaskan, Allah mengampuni orang yang melakukan pelacuran karena dipaksa.
Pada era jahiliyah, Abdullah bin Ubay punya budak perempuan bernama Masikah dan Umaimah. Mereka disuruh melacur. Istilah keren di era Refornasi Adullah bin Ubay adalah mucikari alias germo.
Di Indonesia, menurut Gus Miftah, banyak rumah yang belum jadi, yang saat ini difungsikan sebagai media menjual kroto. Sebagai kuli bangunan, dia melihat banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
Catatan istimewa, penampilan dai yang satu ini serasa Sunan Kalijogo, mengenakan ikat kepala warna hitam versi Jawa dan memegang tongkat (teken). (Agung)