PATUK-SABTU PAHING | Hampir seluruh Padukuhan di Gunungkidul yang jumlahnya 1.431, pada tanggal 29 Juli 2022 malam, rata-rata melakukan tirakat menyongsong datangnya tahun baru Islam, 1 Muharram 1444 Hijriyah.
Tanpa disadari, warga Gunungkidul faktanya mengikuti tiga sistem penanggalan sekaligus yakni: penanggalan Masehi (2022), Hijriyah (1444) dan penanggalan Jawa (1956).
Umat Islam Gunungkidul menyambut tahun baru Hijriyah dengan cara banyak membaca doa memohon ampun kepada Alloh SWT. Bahkan, mereka juga menggelar pengajian akbar.
Berbeda dengan sebagian warga Handayani yang menganut penanggalan Jawa. Mereka menamai tahun baru Hijriyah dengan sebutan lain yakni Sasi Suro.
Hal ini bukan tanpa dasar. Mereka berpegang pada kebudayaan leluhur yang tertulis di dalam Kitab lama bertajuk Betaljemur Adammakna yang menginduk babon asli tulisan Kanjeng Pangeran Haryo Tjakraningrat.
Peringatan Malam Suro, di kalangan pelestari kebudayaan Jawa, oleh sebab itu jarang dilakukan pengajian dengan menghadirkan ustadz atau kiyai.
“Rupanya peringatan Malam Satu Suro tahun 2022, tidak mengundang pembicara dari luar, tetapi cukup sarasehan dan dialog budaya x internal antar warga,” kata Hans Hanafiah salah satu peserta malam tirakatan warga Padukuhan Putat Wetan, Desa Putat, Kapanewon Patuk, 29-7-2022.
Patut diketahui, berdasarkan kalender Masehi, tanggal 1 Muharram atau 1 Suro jatuh hari Sabtu Pahing tahun 2022, tetapi menurut penanggalan Jawa, tanggal 1 Suro sudah dimulai sejak Jum’at Legi 29-7-2022, pukul 18:00 WIB.
( Bambang Wahyu)