PONJONG-JUMAT PAHING | Bulan Agustus, Kabupaten Gunungkidul biasanya kesulitan air. Tiba-tiba Bupati menentukan kebijakan yang berbeda dengan tatanan musim. Seribu bibit durian Musang King, ditanam di Kalurahan Tambakromo, Kapanewon Ponjong.
Hidup apa mati, 1.000 Musang King itu adalah teka-teki besar, karena seluruh bibit akan berjuang melawan cuaca kering empat bulan ke depan, yaki Mangsa Karo, Katelu, Kapat, Kalima dan Kanem bersamaan dengan bulan Agustus, September, Oktober dan November, 2023.
Sumarno, wakil Kelompok tani Banyu Mulya, Dusun Jambe Dawe mengatakan, penanaman durian difokuskan di Kelompoknya dan di Kelompok Maju Sari Padukuhan Garon.
“Luas lahan kurang lebih 10 hektar,” kata Sumarno, Kamis, 3-8-2023.
Selain menerima 1.000 bibit durian Musang King, kelompoknya juga menerima pupuk organik, pupuk hayati padat, dan NPK.
“Penanaman durian sudah kami awali sejak 2018 dengan jenis Kencono Rukmi. Sekarang sudah mulai berbuah,” terang Sumarno.
Pemerintah, melalui Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Provinsi DIY Sugeng Purwanto menjelaskan, gerakan tanam durian itu dalam rangka mengembangkan durian di Gunungkidul.
“Tambakromo sangat bagus untuk pengembangan durian,” kata Sugeng Purwanto.
Dia menegaskan, ciri-ciri wilayah yang cocok ditanami durian di antaranya terdapat tanaman cengkeh, dan petai.
“Jarak ideal antar bibit adalah 7 sampai 10 meter,” paparnya.
Dia berharap Kelompok Tani tidak menyia-nyiakan bantuan pemerintah.
Di tempat yang sama, Bupati Gunungkidul Sunaryanta berpendapat bahwa melihara Musang King butuh ketekunan ekstra agar berbuah sesuai harapan. Bupati mendorong agar masyarakat merawat secara serius.
“Dari pada menanam tanaman keras, durian Musang King lebih memiliki nilai ekonomi. Syaratnya, harus dirawat dengan baik,” tandas Bupati.
Dalam pesan Bupati itu tersirat kekhawatiran, sebab gerakan itu memang tidak sejalan dengan tatanan musim.
Tanggal 2 hingga 25 Agustus menurut kalender Susuhunan Pakubuwono Ke-IV jatuh pada Mangsa Karo. Disambung 26 hingga 18 September Mangsa Katelu. Ini jelas, bahwa air sangat langka. Kembali terjadi turun hujan diperkirakan sekitar 8 November, bersamaan dengan awal Mangsa Kanem.
Satu contoh konkret petani jeruk nipis dan alpukat di padukuhan Nglebak Katongan, Nglipar Gunungkidul, awal Agustus 2023 sudah mulai membeli air tangki untuk menyirami tanamannya.
“Minggu pertama saya membeli satu tangki kapasitas 5.000 liter untuk menyiram 100 batang jeruk nipis dan 300 batang alpukat,” ujar Slamet SPD MM bacaleg Gerindra yang menekuni pertanian tanaman buah.
Hingga turun hujan awal November 2023, Slamet memperkirakan harus membeli air sebanyak 12 hingga 15 tangki.
“Tiap tangki harganya Rp 150.000,00. Kalau hujan turun lebih awal saya harus merogoh kocek paling tidak 13 tangki × Rp 150.000,00 = Rp 1.950.000,00,” bebernya.
Analog dengan perhitungan Slamet Harjo, King Musang seribu batang bakal menghabiskan air, sama dengan yang ada di Nglebak.
(Bambang Wahyu)