MENGHAPUS POLITIK IDENTITAS SATU PANDANGAN KEBLINGER

168

DALAM Pemilu 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak agar tidak mengembangkan politik identitas. Dilihat dari prespektif dunia, ajakan tersebut tidak berdasar, bahkan keblinger 180 derajat.

Pembukaan UUD 1945, memandang, bahwa politik identitas sesungguhnya bukan dalam lingkup lokal tetapi bersekala internasional.

Pada alinea keempat disebutkan bahwa Indonesia, “Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

Selanjutnya ditegaskan, “maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Bung Soekarno benar, dalam buku kumpulan pidatonya dia menegaskan, bahwa Pancasila merupakan ideologi perdamaian, seruling persahabatan dunia.

Oleh sebab itu Politik Bebas, politik identitas dunia tidak boleh hilang, karena dia adalah karakter suatu bangsa yang mengajak pada gotong royong kelas jagat raya.

Di Beograd 1 September 1961 Soekarno berseru, bahwa persahabatan, perdamaian, dan keadilan sosial di antara bangsa-bangsa Non Blok perlu digalang.

“Saya bersama-sama dengan sahabat saya Presiden Tito dari Yugoslavia dan Presiden Naser dari Republik Persatuan Arab mengambil inisiatif untuk menganjurkan mengadakan suatu konferensi dari negara-negara berpolitik bebas. Inisiatif kami berkeyakinan bahwa politik bebas telah merupakan kekuatan yang tumbuh di dunia ini, suatu kekuatan yang mengandung arti persahabatan antar bangsa, perdamaian, keadilan sosial, dan kini telah tiba waktunya untuk mempersatukan kekuatan ini, sehingga menjadi kekuatan moril yang terhimpun dan selaras,” ujar Bung Karno kala itu.

Di luar pandangan Soekarno, perdamaian dan persahabatan dalam perspektif Al-Qur’an pada An-Nisa’ Ayat 90 diajarkan, “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan kepada mereka (dalam) menghadapi kamu, maka pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu dan tidak memerangimu serta menawarkan perdamaian kepadamu, maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.”

Perdamaian dunia di dalam batang tubuh UUD 1945, persahabatan antar bangsa yang digalang Soekarno tidak bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab. Di dalam Al-Qur’an pun justru dianjurkan.

Ini satu pertanda bahwa politik identitas merupakan karakter sebuah bangsa yang tidak boleh hilang apalagi dihilangkan.

Persoalan politik identitas yang terjadi di Indonesia berada pada implementasi sempit hanya di ivent pemilu. Di situ politik identitas menonjolkan skala lokal, hanya mementingkan golongan. Dalam penerapan yang sempit setuju, bahwa memang tidak pantas untuk dilakukan.

Tetapi Politik identitas yang menjunjung martabat kemanusiaan, walau itu terjadi di internal sebuah bangsa, mutlak harus dilakukan, tidak boleh dihilangkan.

Artinya begini: bahwa pada Pemilu 2024 para kompetitor harus menunjukkan bukti melaksanakan perdamaian dan persahabatan sesuai dengan amanat batang tubuh UUD 1945 dan ideologi bangsa, tidak condong pada golongan dan paham tertentu.

(Bambang Wahyu)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.