WONOSARI, Jumat Pon – Partisipasi publik dalam bentuk kritik, saran dan pertanyaan dipayungi oleh undang-undang. Pemerintah tidak boleh alergi apalagi pobia. Di era keterbukaan, Pemda Gunungkidul harus berbenah diri. Masing-masing OPD telah membuka Website itu memang membantu masyarakat, tetapi tidak semua warga memiliki kemampuan mengakses, karena keterbatasan peralatan.
Dalam Undang Undang (UU) No. 25 / 2009 tentang Pelayanan Publik diatur hak dan kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Pada Pasal 18 UU Pelayanan Publik disebutkan, masyarakat berhak mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan publik kepada penyelenggara pelayanan publik juga kepada Ombudsman.
Selanjutnya dalam Pasal 36 UU Pelayanan Publik disebutkan, penyelenggara pelayanan publik berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan.
Dua Pasal dalam UU Pelayanan Publik di atas sudah cukup mengatur dan menegaskan bahwa penyelenggara pelayanan publik punya kewajiban menyediakan dan mengelola unit pengaduan pelayanan publik.
Masyarakat juga punya hak untuk mengadu jika dalam pelaksanaan pelayanan publik terjadi penyimpangan atas standar pelayanan yang diterapkan.
Lebih jauh, terkait pengelolaan pengaduan masyarakat ini kembali diatur dalam Peraturan Presiden No. 76/2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik. Termasuk juga dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) No. 24/2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik Nasional dan Permen PAN-RB No. 3/2015 tentang Road Map Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N).
Bagaimana denganĀ Gunungkidul, mestinya setiap SKPD dan UPT telah membentuk Unit Pengaduan Pelayanan Publik, guna menampung aduan masyarakat.
Pada dasarnya masyarakat punya hak untuk mengadukan penyelenggaraan publik yang tidak sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.
Banyaknya pengaduan terhadap penyelenggara bukan berarti pelayanan publik yang diselenggarakan bernilai buruk. Banyaknya pengaduan masyarakat mencerminkan semakin tingginya partisipasi masyarakat untuk berperan dalam meningkatkan kualitas pelayanan.
Demikian juga, sedikitnya pengaduan pelayanan publik kepada penyelenggara bukan berarti sepenuhnya penyelenggaraan publik tersebut sudah berkualitas. Karena kualitas pelayanan publik juga ditentukan oleh sejauh mana kemampuan penyelenggara dalam mengelola pengaduan masyarakat.
Selain berhak mengadukan pelayanan publik kepada penyelenggara dan Ombudsman, masyarakat juga berhak mengadukan keluhan pelayanan publik kepada DPR RI, DPRD Provinsi maupun DPRD kabupaten/kota sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Pelayanan Publik.
Standar Pelayanan Publik Selain dituntut untuk mampu membentuk dan mengelola UP3, UU Pelayanan Publik turut memberikan amanat kepada penyelenggara pelayanan publik untuk menerapkan standar pelayanan publik.
Standar pelayanan publik merupakan tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan pelayanan publik.
Standar pelayanan juga bisa dijadikan pedoman dalam menilai kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Beberapa indikator penting dalam standar pelayanan adalah adanya informasi terkait persyaratan pelayanan, sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan, jangka waktu pelayanan dan termasuk biaya ataupun tarif pelayanan.
Indikator-indikator standar pelayanan publik ini harus diinformasikan kepada publik secara luas melalui sistem informasi yang dimiliki oleh setiap penyelenggara pelayanan publik.
Berdasarkan pada informasi standar pelayanan ini publik sudah bisa menilai apakah penyelenggara pelayanan publik tersebut sudah mematuhi amanat UU Pelayanan Publik atau belum.
Selanjutnya, berdasarkan pada kepatuhan ini juga publik akan bisa menilai sejauh mana kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh penyelenggara.
Penulis: Slamet, S.Pd. MM, anggota DPRD DIY dari Fraksi Partai Golongan Karya.