Pemda GunungkIdul Kalah Cepat Berpacu Dengan Peternak

1265

NGLIPAR-JUMAT KLIWON | Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Dinas Peternakan, karena pertimbangan yang tidak jelas dilibas dari Bumi Handayani. Peternak sapi seperti kehilangan tempat bersandar tetapi terus berjalan tidak berhenti membudidayakan ternak baik sapi, maupun kambing. Yang banyak macet justru binaan pemerintah melalui proyek UPPO.

“Populasi sapi di Gunungkidul cukup tinggi, karena setiap warga/KK yang berdomisili di pedesaan memelihara sapi sebagai tabungan,” ujar Slamet, S.Pd. MM mantan anggota DPRD yang sekarang banting stir memelihara sapi, 10-12-2021.

Belum lagi, kata Slamet Harjo, demikian sapaan akrabnya, beberapa warga secara intensif memelihara sapi dalam jumlah banyak sebagai mata pencaharian atau investasi.

Semakin banyak sapi yang dipiara kebutuhan pakan hijauan juga semakin banyak, maka tak jarang warga Gunungkidul harus mendatangkan dari luar daerah, misal jerami, kolonjono dan tebon jagung.

Ribuan truk tebon jagung dari arah Klaten, Bantul, dan Sleman oleh Pemda Gunung tidak ada perhatian khusus. Bahkan dianggap hal biasa.

“Cara pandang petani berbeda, tebon jagung merupakan biaya tinggi. Oleh sebab itu mereka sebagian besar mencari solusi agar ongkos pakan sapi bisa ditekan,” tandas Slamet Harjo.

Dia, bersama kelompok ternak sapi di Padukuhan Nglebak, Kalurahan Katongan, Kapanewon Nglipar Gunungkidul mengembangkan rumput packchong asal Thailand untuk menekan ongkos pembelian hijauan pakan ternak.

Rumput pakchong menurut penelitian nutrisinya lebih hebat dibanding tebon dan kolonjono. Itulah sebabnya rumput pakchong lebih disukai oleh sapi dan Kambing.

“Petani Gunungkidul mulai cerdas mengatasi masalah. Pemerintah keok berinovasi, karena Dinas Peternakan, baru akan dibentuk tahun 2022. Itu pun kalau tidak berubah kebijakan,” ujar salah satu peternak binaan Slamet Harjo. (Bambang Wahyu)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.