Resolusi 2018, Tokoh Agama Gunungkidul Serukan Perdamaian

1065

WONOSARI, Minggu Kliwon-Tahun 2017 telah lewat dan 2018 sudah datang. Beberapa peristiwa intoleransi antar umat beragama yang terjadi di tahun 2017 harus ditinggalkan. Hal ini diserukan oleh tokoh-tokoh agama di Kabupaten Gunungkidul.

Menurut HM Sukamto, S.Ag dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) Gunungkidul, umat jangan diadu domba untuk kepentingan kelompok tertentu dengan isu-isu yang justru merugikan persatuan dan kesatuan.

“Umat Islam jangan mudah terprovokasi oleh isu-isu yang justru merugikan. Tahun 2018 adalah tahun politik, jadi jangan benturkan umat dengan isu SARA,” kata Sukamto.

Tahun 2017, menurut Sukamto sudah lewat, saatnya umat Islam bermuhasabah diri menyongsong fajar 2018 dengan hal positif. Generasi muda harus waspada terhadap gempuran budaya asing yang justru membuat degradasi moral.

Sebagai ulama, salah satu tugasnya adalah amar ma’ruf nahi munkar. Artinya menyeru kepada yang baik dan mencegah maksiat yang kian menggerogoti moral anak bangsa.

“Yang mabuk, judi, zina hingga narkoba mereka, pakai duit sendiri, katanya tidak mengganggu dan merugikan orang lain. Boleh mereka mengatakan itu, tetapi zina, judi, mabuk adalah perbuatan mungkar dan itu memancing laknat Allah. Jika Allah murka, turunlah bencana dan kita semua yang tak terlibat maksiat pun akan kena imbasnya,” seru Sukamto.

Senada dengan Sukamto, Romo Andreas Novian Prihatmoko, Pr dari Paroki St Yusup, Bandung, Playen menyerukan semangat untuk mengajak umat semakin bermartabat.

“Harapan saya tercipta hubungan yang harmonis antar umat beragama. Jadi umat jangan mudah terpancing isu menyesatkan kemudian ikut-ikutan men judge bahwa ini pasti salah dan itu yang betul. Pastikan terlebih dahulu kebenarannya baru bisa menilai,” paparnya.

Tahun 2018 adalah tahun politik, dimana tahun depan banyak Pilkades di Kabupaten Gunungkidul. Romo Aan berpesan kepada umat Katholik untuk selektif dalam memilih pemimpin.

“Kami di pihak gereja memang tidak berpolitik, tetapi wajib hukumnya untuk mengingatkan umat agar memilih. Sebab jika golput, maka akibatnya justru merugikan, sebab bisa jadi bakal dipimpin oleh orang yang tidak tepat,” pungkasnya.

Dari Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wiladek, Kecamatan Karangmojo, Pendeta Yehuda Fajar Kristian Labeti, S.Si mengingatkan umat Kristen Protestan untuk terus menjaga kerukunan antar umat beragama. Silaturahmi dikedepankan sehingga terjalin rasa persaudaraan yang kuat.

“Disini jika umat Islam melaksanakan Shalat Iedul Fitri atau Iedul Adha maka kami terjun untuk mengamankan. Sebaliknya saat Natal giliran saudara Muslim yang menjaga kami,” terangnya.

Hubungan harmonis di Wiladek tak hanya sebatas peringatan keagamaan, namun pada kehidupan sehari-hari selalu dilaksanakan. Hal ini berdampak positif lantaran warga selalu seiring sejalan dalam berbagai hal walaupun berbeda kepercayaan. Slogan hendaklah damai Kristus memerintah dalam hatimu senantiasa didengungkan kepada seluruh umat.

“Salah satu tantangan menghadapi kawula muda adalah narkoba, miras, seks bebas harus dibendung. GKJ Wiladek berupaya maksimal melakukan pembinaan untuk membendung itu. Maka resolusi 2018 adalah berbuat lebih baik dibandingkan tahun yang lampau,” pungkasnya.

Tahun 2018 diharapkan menjadi resolusi untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Sudah saatnya agama dijadikan lentera hidup untuk lebih mendekat kepada Sang Pencipta. Pengamalan Pancasila secara murni dan konsekuen akan menyatukan berbagai perbedaan kedalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Red




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.