Tiga Pasal Dalam UU Pokok Pers No. 40 Dianggap Bertentangan Dengan Pancasila

15368

JAKARTA, Minggu Wage  – Undang-Undang pokok Pers No. 40 Tahun 1999 dinilai bertentangan dengan sila ke 5 Keadilan sosial. UU yang mengatur media dan kewartawan diujimateri ke Mahkamah Konstitusi (MK) bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila.

Koordinator Mediawatch Swara Resi F.L.Tobing 4 tahun melakukan riset media. Dia berpendapat, UU No. 40 Tahun 1999 adalah UU Borjuis.

Berkas pengajuan permohonan pengujian Undang Undang dibuat rangkap 12, akan diserahkan ke Kepaniteraan MK Senin Tanggal 4 Juni 2018.

Di laman http://swararesi.com yang dipublis 1 Juni 2018 disebutkan, yang dimohonkan diujimateri adalah Pasal 1 ayat (2), Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (1) Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal-pasal tersebut dianggap membatasi hak media hanya untuk perusahaan pers yang berbadan hukum.

Laman portal berita itu menganalogi pernyataan Profesor Edi Swasono, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia saat memberikan pendapat tentang UU Koperasi Nomor 17 Tahun 2012.

Saat diujimateri di MK, Edi Swasono menganggap UU Koperasi patut disebut UU Borjuis. Alasannya, UU tersebut merupakan metamorfosis dari kumpulan modal. Kala itu, MK mengabulkan uji materi UU Koperasi.

F.L. Tobing, Senior Konsultan Riset Ekonomi Sosial Indonesia (RESI) menyampaikan, selama melakukan kajian, dirinya membaur dengan insan media di kota Medan, Palembang, Lampung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Makasar, Manado dan daerah lainnya menemukan gurita media mainstream.

Media Nasional, menurut F.L Tobing, mendominasi seluruh daerah. Media lokal, demikian dia mengutip pikiran Prof.Bagir Manan, Perusahaan Pers berbadan usaha (CV) dan yang tak berbadan hukum (PT), tidak mendapat perlindungan hukum.

Kuota iklan, dengan dikeluarkannya Surat Edaran Dewan Pers, membatasi usaha media yang tidak berbadan hukum, menjadi termonopoli Perusahaan Pers berbadan hukum.

Surat Edaran Dewan Pers diterbitkan pada tahun 2014 setelah UU Pers berjalan hampir 15 Tahun.

Akibat SE Dewan Pers ini hampir semua Instansi Pemerintah, dan Perusahaan swasta tidak memberikan jatah iklan untuk perusahaan pers berbadan usaha (CV).

Indonesia, soal kue iklan tahun 2017 mencapai Rp 145 triliun, seperti yang disampaikan Executive Director, Head of Media Business, Nielsen Indonesia, Hellen Katherina kepada media, di awal 2018.

Ketua Komisi I DPR RI, Dr.Abdul Kharis Almasyhari Saat angkat bicara. Dia, pada acara buka puasa bersama media, di kawasan Pakubuwono (31/05), menyatakan, UU Pers sudah masuk dalam daftar antrian untuk direvisi, sesuai pesan Anggota DPR Meutia Hafid saat masih menjadi Wakil Ketua komisi I. (red)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.