Awal Memanasnya Konflik Pantai Watu Kodok

1277

WONOSARI, SABTU PON-Slamet, S.Pd. MM dalam kapasitas sebagai anggota Komisi A DPRD DIY menilai, konflik antara investor dengan warga setempat harus segera diputus. Sumarno, Ketua Kelompok Pengelola Pantai Kodok pun bertutur soal riwayat persengketaan yang dialami.

Sebagai data awal, Slamet ingin mendengar cerita dari warga secara lengkap, tentang riwayat konflik antara calon penanam modal dengan para penggarap Sultan Ground (SG), Pantai Watu Kodok.

Sumarno, Ketua Kelompok Pengelola Pantai Kodok kepada Slamet bercerita, persengketaan bermula sejak 2013-2014. Berkepanjangan hingga 2018, menurut pengakuan Sumarno di depan Slamet, pada (22/03),  warga setempat seperti diadu domba.

Versi Sumarno dan kawan-kawan, Pokdarwis yang terbentuk karena saran Pemerintah Desa, mengelola Watu Kodok, untuk keperluan pihak luar (investor). Dipaparkan, bahwa Pokdarwis  yang dipimpin Warno, beranggotakan 37 orang. Mereka mendukung penuh Watu Kodok diambil alih oleh pemilik modal.

Kelompok di bawah kendali Sumarno berhadap-hadapan dengan Kelompok Warno (bentukan pemerintah desa). Menurut cerita Sumarno, kelompok itu sekarang bubar.

Dinas Pariwisata Gunungkidul suatu saat mengundang Sumarno dkk. bahwa akan diadakan penjelasan soal penataan tanah SG. Pertemuan dilaksanakan di rumah Marto, salah satu penggarap tanah SG Watu Kodok. Sumarno tidak menyebut tanggal pertemuan, tetapi dia ingat betul, bahwa faktanya bukan sosialisasi.

Menurut Sumarno, dalam pertemuan tersebut, investor melalui kuasa hukum justru menekan bahkan mengancam Kelompoknya. Mulai saat itu Watu Kodok mulai memanas (bersambung*** Agung. S)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.