Di Gunungkidul, KPI Temukan Lima Kelemahan Penerapan JKN

894

YOGYAKARTA, Jumat Pon–Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Daerah Istimewa Yogyakarta menemukan lima (5) persoalan tentang implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal itu disampaikan Sekeretaris Wilayah KPI DIY,  Halimah Ginting pada breafing PIPA JKN bersama anggota KPI DIY, di Hotel Gallery Prawirotaman, Yogyakarta,  Kamis, (19/10).

“Persoalan tersebut terlihat pada hasil penelitian di 3 Kabupaten yakni Gunungkidul,  Sleman dan Kota Yogyakarta sejak 2016 lalu,” jelas Halimah.

Di Gunungkidul, menurut Halimah persoalan yang muncul adalah: (1) obat yang diberikan kepada peserta JKN  sama untuk semua jenis penyakit; (2). obat tidak mujarab; (3). fasilitas kelas rawat inap selalu penuh; (4). Informasi layanan tidak jelas karena karena kurangnya sosialisasi; dan (5). jumlah tenaga medis tidak merata untuk fasilitas pelayanan tingkat 1.

Selain itu, lanjut Halimah, prosedur layananan ribet, tidak dipahami oleh masyarakat. Sistem pendataan tidak jelas dan tidak  tepat sasaran. Dinas sosial kabupaten tidak memiliki data yang akurat dan baku untuk warga miskin.

Hasil penelitian KPI menggambarkan belum terpenuhinya layanan kesehatan untuk masyarakat peserta JKN. Mereka masih diperlakukan secara diskriminatif dalam pelayanan kesehatan.

“Penelitian KPI mencerminkan belum maksimalnya monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan masyarakat,” tandas Halimah.

KPI wilayah DIY merasa perlu duduk bersama dengan berbagai pihak untuk membahas implementasi JKN ini.

“Tujuan kita agar usulan KPI demi perbaikan mekanisme pelayanan JKN diakomodir. Ujungnya, pemerintah melibatkan masyarakat dalam melakukan monitoring dan evaluasi,” ungkapnya.

Guna menampung pengaduan masyarakat atas buruknya layanan kesehatan yang mereka terima, KPI DIY membangun Balai Perempuan di pedesaan. Selain melakukan advokasi atau pendampingan, balai ini juga sebagai pusat informasi dan pengaduan penyimpangan implementasi program JKN di desa.

Data yang terkumpul di Balai Perempuan  dijadikan dasar untuk melakukan advokasi di tingkat kabupaten / kota hingga provinsi. Red




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.