DI INDONESIA YANG SUBUR PARTAI FIGUR, BUKAN PARTAI KUAT

800

Drs. Bambang Cipto MA. menyatakan, di Inggris ada tradisi partai kuat. Di Indonesia partai seperti itu menurut pengamatan publik belum ada. Yang kasat mata Indonesia didominasi partai keluarga dengan sentral figur.

Partai baru, sehebat apapun, bakal kewalahan berkompetisi pada pesta demokrasi Senin Legi 14 Februari 2022 mendatang.

Partai kuat menurut penulis buku ‘Prospek dan Tantangan Partai Politik’ (1996) di Inggris partai kuat berkembang dalam konteks budaya politik khusus.

“Partai kuat cenderung menghargai nilai kolektivisme dan kurang menaruh simpati terhadap individualisme model Amerika Utara,” tulis Bambang Cipto, di halaman 11.

Oleh sebab itu dalam uraiannya dia memaparkan bahwa organisasi pekerja di Inggris lebih percaya kepada Partai Konservatif dari pada Partai Buruh.

Fakta di Indonesia berbeda jauh, yang mendominasi adalah partai dinasti figure bukan partai kuat.

Coba PDI Perjuangan tidak mengusung Soekarnoisme, dipastikan tidak akan sebesar sekarang ini.

PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu karena sistem multi partai, maka tidak pernah berani tampil sendirian di tampuk kekuasaan. Partai Banteng Moncong Putih ini selalu berkoalisi dengan partai lain.

Perilaku politik Megawati Soekarnoputri belakangan disusul Partai Demokrat yang dikembangkan putra mahkota Agus Harimurti Yudhoyono (AHAY), meski kehebatannya masih diragukan.

Kecenderungan menjadi partai dinasti sangat kuat. Politisi atau kader yang tak sejalan dengan haluan Partai Demokrat begitu gampangnya diamputasi.

Soal figur, jika ditarik ke level daerah, Gunungkidul misalnya, ketokohan itu sangat kentara dan peting.

Suharno, SE, yang semula Banteng tulen meski lompat pagar ke Nasional Demokrat (NasDem) perolehan suaranya (5.717) mengungguli Ketua DPC PDI Perjuangan, Endah Subekti Kuntariningsih, SE (4.770 suara). Tahun 2019, Suharno hijrah dari Dapil 1 ke Dapil 3 menghadapi si Banteng Betina yang pada Pileg 2019 sedang ngamuk.

Tahun 2014, saat masih berada di kandang Banteng bertarung di Dapil 1, Suharno meraup suara 10.000 lebih. Nasib baik, membawa Suharno ke kursi Ketua DPRD Gunungkidul.

Bertarung di Dapil 3 suara Suharno meski rontok separuh tetap menunjukkan, bahwa figur diikuti konstituen.

Partai UMMAT besutan Amin Rais, jika lolos verifikasi KPU sulit untuk merampok suara PAN yang digalang Arif Setiadi.

Begitu pula Partai Gelombang Rakyat (Gelora) yang digawangi Anis Matta dan Fahri Hamzah. Ke Gunungkidul sama dengan masuk kandang harimau, karena PKS telah menata pagar betis.

Terlebih partai anyar yang figur tokohnya tidak jelas, mereka akan mirip orang tuna netra yang kehilangan tongkat. (Bambang Wahyu)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.