GUNUNGKIDUL-JUMAT PON | Kasus asusila yang duga dilakukan oleh oknum dukuh Karanggumuk II, Kalurahan Kemejing, Kapanewon Semin, Kabupaten Gunungkidul makin pelik, penuh teka teki.
Hal itu dikatakan EK salah satu tokoh masyarakat yang berdomisili di sisi Selatan Gunungkidul. Ia berpendapat bahwa bisa saja dukuh memiliki pengaruh kuat, sehingga penyelesaian menjadi rumit.
“Kemungkinan pak dukuh itu orang yang sangat berpengaruh dan dia…mungkin lho ini, bisa mempengaruhi kinerja pak lurah, itu saja jelas nek itu. Mbuh wong jobo, mbuh pendukung_e pak dukuh, mbuh sopo, itu jelas ada. Kalau tidak ada, tidak mungkin pak lurah akan takut seperti itu,” ucapnya menanggapi permasalahan yang sedang viral di Kalurahan Kemejing baru baru ini.
Penanganan awal, oleh pihak Pemerintah Kalurahan Kemejing, EK berpendapat, sudah bagus dan tepat. Namun demikian, mantan pamong ini menyayangkan di akhir proses tidak nyambung.
“Di akhir proses gak nyambung kan teki teka😁,” jandaan EK.
Mengingat, dugaan tindak asusila oleh TK Dukuh Karanggumuk II, Kemejing, Semin tersebut, telah melalui beberapa proses.
Pertama pada 3 Oktober 2024 lalu. Kedua belah pihak, baik pelaku, maupun korban dilakukan mediasi di balai padukuhan setempat.
Mediasi yang juga dihadiri oleh Sugiyarto Lurah Kemejing, Bhabinkamtibmas, dan tokoh masyarakat tersebut, berakhir dengan mufakat.
Oleh kedua belah pihak, selanjutnya membuat Surat Pernyataan Bersama (SPB), yang intinya TK Dukuh Karanggumuk II sanggup mengundurkan diri.
Namun demikian, tindak lanjut proses penyelesaian masalah ini, kemudian justeru makin tidak nyambung setelah Pemerintah Kalurahan Kemejing mengambil peran.
Hal tersebut diduga lantaran sejumlah oknum, berupaya membuat video kesaksian palsu, dengan cara korban diminta menyampaikan bahwa seolah – olah tidak terjadi kasus asusila.
Terlebih, makin tidak nyambung, manakala Lurah Kalurahan Kemejing membentuk tim investigasi untuk mencari data. Terkonfirmasi terakhir salah satu anggota menyebut dengan nama tim klarifikasi.
Dari hasil pengumpulan data, tim bentukan Pemkal menyatakan tidak ditemukan bukti, namun lurah menerbitkan Surat Peringatan (SP) 1 untuk oknum dukuh terduga pelaku.
Jika benar tidak ditemukan bukti, kenapa ada proses mediasi serta muncul SPB (3/10/24), kemudian kenapa pula lurah dan yang lain harus susah payah merekayasa dengan membuat video pengakuan atau kesaksian palsu, mengingat hal tersebut amat sangat berisiko.
Lantas kenapa pula lurah terbitkan SP I?, sementara tim menyatakan tidak mendapatkan bukti asusila. Tentu hal ini membingungkan public dan menjadikan teka teki yang seharusnya diungkap.
Dengan berbagai kejanggalan ini, EK kembali berpendapat, maka perlu penyidikan baik pelaku, korban, tim, maupun saksi. (Red)