MESKI terus dikritik, impor beras adalah satu pilihan yang tidak bisa ditunda.
Kelangkaan pangan bukan saja berpengaruh pada perekonomian, tetapi juga perpolitikan.
Pemerintah melalui Perum Bulog melakukan impor beras 500.000 ton dari dari lima negara: Thailand, Vietnam, India, Pakistan, dan Myanmar.
Alasan klise mengapa harus impor beras, adalah untuk memperkuat cadangan pangan nasional. Tidak hanya itu. Sebenarnya secara politis impor beras adalah demi stabilitas politik.
Memberi makan 275 juta penduduk tidak mudah. Begitu mereka lapar dan berteriak, negeri ini bisa gonjang-ganjing. Penguasa bisa kehilangan kewibawaan, bahkan kehilangan kursi.
Menteri Koordinator Bidang Pereknomian Darmin Nasution mengatakan untuk mengangkut 500.000 ribu ton beras ke Indonesia dibutuhkan 25 kapal.
Info terbaru, 14 kapal sudah bersandar di empat belas (14) titik. Laut (pelabuhan) merupakan jalur sutra gagasan Cina terbukti ampuh. Dalam tempo relatif singkat, beras pesanan Perum Bulog tiba di Indonesia, 17 Februari 2023 silam.
Soeharto, Presiden Indonesia Ke-2 emoh melakukan impor beras. Dia memilih melakukan reformasi bidang pertanian, walau setengah memaksa rakyat untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi.
Hasilnya, tahun 1984, petani Indonesia mengumpulkan gabah 100.000 ton, untuk disumbangkan kepada rakyat di benua Afrika, melalui FAO.
Dikutip dari Brainly.co.id
penduduk indonesia tahun 1984-1985 berjumlah 164,05 juta jiwa. Soeharto berusaha mengayomi mulut sejumlah di atas, di samping dia menjaga agar tenaga kerja pabrik di kota-kota besar tidak protes karena harga beras mahal.
Indonesia semakin berkembang dan semakin “maju”, tetapi dalam hal penyediaan pangan untuk rakyat sendiri semakin kedodoran.
Maklum, pada masa kekuasaan Presiden Joko Widodo, berdasarkan data per Juni 2022 penduduk Indonesia tercatat sebanyak 275.361.267 jiwa.
Siapa pun pengganti Jokowi, di samping memikul hutang negara, dia tetap berhadapan dengan hantu kekangkaan beras.
(Bambang Wahyu)