JAKARTA, Sabtu Pon – Wartawan bukan musuh negara. Tidak menutup kemungkinan, jurnalist akan dianggap sebagai musuh bebuyutan bagi pejabat kotor yang memusuhi negara. Menghalangi tugas PERS apalagi menggunakan kekerasan yang akhir-akhir ini marak terjadi, adalah bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Dalam UU No.40/1999 tentang Pers sangat jelas bahwa barang siapa yang menghalang-halangi tugas wartawan diancam pidana 2 tahun penjara dan atau denda Rp 500 juta rupiah.
Kasus Ricky Prayoga di Jakarta Juni lalu merupakan bukti nyata. Oknum Brimob berlaku kasar terhadap wartawan yang tengah melakukan tugas jurnalistik di depan banyak orang bahkan disaksikan anak kecil.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI), Suriyanto PD, SH,MH mengingatkan, semua petugas negara untuk taat pada undang-undang, tidak terkecuali UU No.40 tahun 1999 tentang PERS.
“Rentetan kejadian kekerasan terhadap wartawan masih terjadi”, ujar Suriyanto di depan wartawan menyikapi kasus Ricky Prayoga dan beberapa kasus kekerasan wartawan yang lain.
Tak lepas, dia menyindir beberapa pejabat Sumatera Utara. Suriyanto mendapat laporan dari anggota, perlakuan para pejabat setempat membuatnya geram.
Suriyanto menyebut bahwa banyak pejabat di Sumatera Utara menganggap wartawan sebagai musuh.
Sebagai advokat dan ketua umum organisasi kewartawanan dia mencoba memberikan schoktheraphy kepada para pelaku yang menghalangi tugas wartawan.
“Jika dibiarkan tanpa diberi pembelajaran maka kebebasan pers terberangus, tinggal menunggu waktu kebebasan lain akan hilang. Apapun alasannya, gangguan terhadap kerja jurnalistik tidak bisa ditolerir dan harus dilawan kemudian harus dicegah jangan sampai terulang lagi,” tegas Suriyanto
Mengutarakan keprihatinannya Suriyanto menjelaskan, di negara lain jurnalis diberikan akses yang luas untuk bekerja secara profesional, dan bukan dianggap musuh.
(Berkam/ Abdul Syukur)