PETI mati disebut, koruptor dan calon penjarah kekayaan rakyat gemetar. Dimungkinkan satria pinandita sinisihan waktu (SPSW) bakal muncul sebagai pemimpin dan penyelamat di negeri ini.
Sejak abad ke enam tahun 611 Masehi telah berkembang bibit oligarki. Indonesia di era globalisasi serta digitalisasi lebih gila lagi.
Oligarki menguasai lini eksekutif, legeslatif dan yudikatif. Negara bisa ambruk jika tidak dibenahi secara bersama-sama.
Menko Polhukam Republik Indonesia periode 2019-2024, merujuk Tranparansi Internasional, mengatakan bahwa Pilkada di Indonesia 84% dikendalikan oleh para cukong.
Politisi dan sejumlah Kerjaan Partai Politik di Indonesia gemetar ketakutan, ketika Mahfud MD menyatakan, bahwa kalau dia jadi Presiden, koruptor bakal dihukum mati.
Pada era Nabi besar Muhammad SAW Kaum Quraisy mengiming-imingi harta dan wanita, asal Rasulullah mau berbelok dari ajaran Allah SWT, kemudian menganut perintah Tuhan mereka.
Imam Ath-Thabrani dan Ibnu Abi hatim meriwayatkan bersumber Ibnu Abbas, orang-orang Quraisy membujuk Rasulullah dengan harta berlimpah sehingga bisa menjadi orang terkaya di Mekkah serta memberinya wanita mana saja yang beliau inginkan.
Mereka berkata, “Semua ini untukmu wahai Muhammad, asalkan engkau berhenti menghina tuhan kami dan berhenti mengucapkan kata-kata buruk terhadap mereka. Tetapi jika engkau keberatan, bagaimana apabila engkau menyembah tuhan kami selama satu tahun saja, kata kaum Quraisy.”
Mendengar tawaran orang-orang Quraisy itu, Rasulullah berkata, “Saya akan menunggu hingga Allah memberikan jawabannya.”
Allah lalu menurunkan ayat, “Katakanlah Muhammad, ‘Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Juga, “Katakanlah Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, wahai orang-orang yang bodoh?” (Az-Zumar: 64)
Orang-orang Quraisy tak berputus asa, mereka berkata kepada Rasulullah, “Bersediakah engkau mengikuti agama kami setahun dan kami juga akan mengikuti agamu setahun?”
Terkait hal tersebut, Allah menurunkan enam ayat Surah Al-Kafirun secara keseluruhan.
Oligarki pada era Rasullullah berkaitan dengan akidah yang secara substantif berusaha mencuci pikiran Rasulullah SAW.
Berbeda dengan yang terjadi di Indonesia pada era globalisasi dan digitalisasi abad ke dua puluh satu. Sementara daya gerusnya tidak kalah seru.
Tahta dan harta menjadi alat utama untuk merusak negara, sehingga korupsi kolusi dan nepotisme sulit untuk dihindari. Ayat dalam undang-undang diperjualbelikan. Satu ayat dibandrol sari juta rupiah per anggota pansus, kata Menko Polhukam, di tvOne dalam satu kesempatan.
Terkait bobroknya moral para pemimpin, rakyat Indonesia menunggu kemunculan tokoh klasifikasi satria pinandita sinisihan wahyu (SPSW) seperti digagas Raden Ngabehi Rangga Warsita.
Di antara tokoh yang digadang para ketua umum partai politik di Indonesia pada pemilu 2024 yang memenuhi klasifikasi SPSW tidak ada.
Bertolak dari “bentrok” di gedung DPR RI antara Mahfud MD dengan Komisi III DPR, terkait transaksi janggal di Kemenkeu RI, sosok SPSW mulai ditemukan.
Siapa dia? Yang tahu persis adalah rakyat yang memiliki mata batin yang tajam dan mata pikir yang cerdas. Orang-orang parpol terlanjur buta hati dan pikiran sehingga tidak melihat sanepa yang dikemukakan Raden Ngabehi Rangga Warsita.
Orang-orang politik masih menganggap bahwa kekuasaan adalah instrumen untuk berburu harta. Mereka tidak sadar bahwa rakyat telah berubah pikiran. Rakyat siap menggali liang lahat bagi para koruptor yang nekad menjarah kekayaan negara.
(Bambang Wahyu)