MALIOBORO BEDA DENGAN MALIOTOBONG

2041

MALIOBORO dengan Tugu di tengah simpang empat Antara Jalan Diponegoro, AM Sangaji, Jendral Sudirman serta Mangkubumi ada sejarah tersendiri.

Dihimpun dari berbagai sumber, Tugu tersebut merupakan penanda batas utara kota tua di Jogja.

Tugu Jogja bukan tugu sembarang tugu. Dia memiliki mitos bersejarah. Ada sejuta misteri di sana, sehingga menjadi salah satu keistimewaan kota Jogja.

Keturunan Raja Jogja Sri Sultan Hamengku Buwana jika bersemedi menghadap utara, berkiblat ke Merapi, sebab pucuk Tugu Jogja, lurus dengan puncak Merapi.

Sri Sultan bersemedi di Kraton memandang pucuk Tugu Jogja ibarat sama dengan bersemedi di badan, bahkan puncak Merapi.

Pemindahan pedagang kaki lima dari trotoar Malioboro, secara simbolik mengembalikan suasana ke lingkungan asli. Masyarakat dalam hal ini tidak banyak tahu, sebab mereka kehilangan keistimewaan tempo dulu.

Bupati Gunungkidul Sunaryanta tiba-tiba akhir 2022 menyulap wajah kota Wonosari dengan memboyong konsep Malioboro, terutama soal fungsi trotoar, tidak ada hubungan sejarah dengan para bupati.

Itu sebabnya ketika penataan wajah joy dari Siyono ke arah Baleharjo dimulai, pembongkaran tugu kendang ditentang habis-habisan oleh sebagian masyarakat.

Sampai dengan berdirinya tugu Tobong Gamping di Bunderan Siyono Harjo perlawanan tersebut masih berlanjut.

Dengan menggunakan gaya kelakar, warga yang dulu demo, kini menyebutnya sebagai MALIOTOBONG.

Filosofi Malioboro dengan Tugu Jogja tidak bisa ditiru.

(Bambang Wahyu)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.