PROBLEM PENGEMBANGAN PARIWISATA BISA MEREMBET KE PERTANAHAN

848

PENGEMBANGAN Pariwisata di Gunungkidul tidak hanya berpengaruh pada roda ekonomi. Gaung pariwisata merembet ke sektor penguasaan tanah yang memantik persoalan baru.

Hal itu tidak pernah disadari sebelumnya. Tiba-tiba Pemda menghadapi problematika yang mengakibatkan birokrasi dari hulu sampai hilir berhadapan dengan benang kusut.

Undang-undang Pokok Agraria 1960 merupakan aturan dasar yang meregulasi hak atas tanah, air dan udara.

Pembeli tanah tegal yang jaraknya lebih dari 15 Km tidak diperbolehkan. Prakteknya di Gunungkidul bebas. Warga Jogja, bahkan warga Bali bisa memiliki tanah pesisir selatan Gunungkidul.

Penggunaan tanah pertanian mulai digeser. Tanamannya bukan lagi palawija, tetapi aksesoris rekreasi. Teras Kaca dan Heha Ocean View adalah contoh terbaru.

Pemda Gunungkidul kelewat bernafsu mendatangkan pemilik modal, tanpa disadari ketika mereka datang muncul permasalahan yang menjerat birokrasi, mulai dari perijinan hingga pelayanan wisatawan.

Sisi lain, Wakil Ketua DPRD Gunungkidul, Heri Nugroho menemukan fakta, masyarakat pantai juga kebelet menjual tanah hak milik dengan alasan super masuk akal.

“Sampai hari ini masih banyak warga yang akan menjual tanahnya di daerah wisata karena akan dibagi dalam bentuk uang kepada ahli waris. Jadi tidak semata mata investor yang pengin menguasai tanah di Gunungkidul,” ujar Heri Nugroho, dalam diskusi terbatas, 14-5-2022.

Jauh sebelumnya, Budi Oetomo Prasetyo almarhum, mantan Ketua DPRD Februari 2021 mengatakan zone selatan tanah seluas 1.400 hektar telah berpindah ke tangan swasta. Alasannya demi kemajuan sekaligus mengejar pendapatan asli daerah sejumlah tanah strategis di Gunungkidul dilepas ke para investor.

Belum lagi jika dilihat di kawasan tepi Sungai Oya. 25 Ha lebih dijual ke warga luar Gunungkidul, tetapi kepemilikan tanah tidak berubah, maksudnya tidak dilakukan balik nama. Ini pasti menimbulkan kekisruhan tersendiri soal pembayaran pajak bumi dan bangunan.

Dokumen kepemilikan hak atas tanah di kantor pertanahan tidak berubah sama sekali, karena pemilik baru memang tidak berniat mengubahnya.

Saat ini perkara pertanahan karena gencarnya pariwisata belum terasa. Dua puluh lima tahun ke depan bisa meledak dan merepotkan. (Bambang Wahyu)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.