GUNUNGKIDUL-JUMAT KLIWON | DPRD Gunungkidul, melalui sidang paripurna membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pertangungjawaban Pelaksanaan APBD tahun 2022. Raperda disetujui seluruh peserta sidang. Padahal berita yang beredar di luar, pelaksanaan APBD cacat perencanaan. Dana setengah milyar rupiah lebih terbuang percuma tanpa bekas. Publik kecewa berat.
“Setelah melalui serangkaian proses pembahasan di tingkat Fraksi maupun Badan Anggaran, maka Badan Anggaran berpendapat bahwa Raperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2022 telah sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku dan sepakat untuk dapat ditetapkan menjadi Peraturan Daerah,” demikian bunyi kesimpulan Badan Anggaran (Banggar) pada rapat paripurna DPRD 26-7-2023.
Disebut secara nyata, bahwa di antara tujuh fraksi DPRD tidak satupun menolak Raperda Pertanggungjawaban tahun 2022. Secara aklamatif mereka menerima, termasuk fraksi Gerindra, meski sebelum rapat paripurna partai besutan Prabowo Subianto itu sempat berteriak lantang.
Dalam pencermatannya, Banggar mengakui, bahwa salah satu tugas dan wewenang Badan Anggaran adalah memberikan saran dan pendapat kepada Bupati dalam mempersiapkan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Setelah melakukan kajian terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban, pada item ke-10 Banggar mencatat adanya cacat yang signifikan.
“Terkait dengan program kegiatan pembangunan RTH taman wajah kota wonosari berupa revitalisasi alun-alun wonosari di anggaran 2022 sudah dilaksanakan pembangunan dengan baik, tetapi di anggaran 2023 dilakukan kembali yang berarti dari segi perencanaan anggaran kurang memadai dan agar ini menjadi catatan pemerintah daerah,” ujar Linda Sutiya, dari PKB selaku juru bicara.
Di luar parlemen, publik pun bingung bin bengong. Perencanaan renovasi alun-alun yang tidak matang dan tidak jelas sehingga menghanguskan duit negara, (uang rakyat) sebesar Rp 551.389.000,00, hangus tanpa bekas.
“Kalau pendapat saya, prioritas program kurang tepat. Harusnya strategi pembangunan berorientasi ke desa. Masyarakat teriak infrastruktur rusak perlu diutamakan. Untuk kota apa yang ada dipelihara saja karena masih baik dan belum mendesak,” ujar Lurah di Kapanewon Nglipar yang enggan disebut jati dirinya.
(Bambang Wahyu)