NGLIPAR, Sabtu Legi-Lelaki kelahiran Gunungkidul 28 Februari 1964 alumnus SMA 2 Wonosari ini mengaku, Pagiyo bapaknya almarhum adalah seorang mandor hutan. Sekarang sebutannya polisi hutan alias jagawana. Pagiyo menginginkan, Slamet, S.Pd. MM menjadi sinder atau Kepala Resort Polisi Hutan (KRH). Dasar Slamet, dia membelot, lebih memilih jalan pikirannya sendiri.
“Sinder sepengetahuan saya adalah jabatan strategis di atas mantri kehutanan,” ujarnya, (17/03) .
Pagiyo adalah pegawai honor rendahan pada dinas kehutanan propinsi DIY yang mengajari Slamet berfikir kritis. Pagiyo tidak pernah diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) karena tidak tamat SD.
Tetapi di tengah masyarakat, Pagiyo cukup beken. Dia dikenal sebagai Mandor yang tekun menyelamatkan hutan dan disiplin dalam bekerja.
Hidup di lingkungan hutan membentuk watak Pagiyo keras. Tetapi, ini yang dipikir Slamet, tak heran jika Pagiyo mendidiknya dengan disiplin yang keras.
Sambil mengantarkan Slamet ke sekolah karena harus melewati hutan jati Pagiyo mengenalkan beberapa jenis kayu kepada Slamet.
Satu kebiasaan Mandor Pagiyo yang dikenang dan dikagumi Slamet adalah tiap sore Pagiyo menyiapkan ceput (bibit tanaman) jati, akasia, mahoni diikat dan dihilangkan daunya.
“Waktu itu saya heran saja, kenapa mesti daunya dihilangkan. Baru saya tahu dari pak guru, bahwa itu guna mengurangi penguapan” kenangnya.
Setiap pulang sekolah Slamet ditunggu di sebuah gudang di pinggir hutan, sekaligus disiapkan makanan. Menurutnya, ini pertanda bahwa dia seharian akan diajak menelusuri hutan.
Menurut Slamet, bapaknya hafal betul, satu petak tumbuh sekianh pohon besar, yang biasanya menjajadi incaran pencuri kayu.
Pagiyo mengajak Slamet keliling hutan. Jika menemukan tempat kosong, Pagiyo langsung menanam ceput yang sudah disiapkan dari rumah.
Suatu hari, Pagiyo berharap Slamet menjadi seorang sinder. Jabatan ini sangat bergengsi dan sangat dihormati di tahun 1960-1970-an. Wajar seorang mandor hutan menbayangkan pekerjaan anaknya tak jauh jauh dari pekerjaan yang digelutinya.
“Sebagai mandor, tiap malam bapak keliling hutan membawa lampu senter bersepatu boot, topi dan berselempang sarung” kata Slamet.
Dengan alasan alih generasi, Dinas kehutanan propinsi DIY membuka kesempatan. Honorer yang tak bisa diangkat PNS karena faktor ijazah, boleh dilanjutkan oleh anaknya dengan cara magang.
“Kesempatan tersebut tidak saya ambil,” ujar Slamet ringkas tanpa memberi alasan.
Peluang diserahkan pada Widodo adiknya. Sekarang Widodo menjadi Mantri Hutan, tempat Pagiyo mengabdi. Slamet pilih membelot.
Agung Sedayu-ig