NGLIPAR, Minggu Wage-Anggota DPR yang mampu bertutur, menceritakan sembarang kisah jumlahnya terlau sedikit. Slamet, S.Pd. MM. adalah masuk bilangan yang sedikit itu.
“Pengalaman kecilku di SD Candi III Prebutan,” kata Cak Slamet, mengawali kisah, (11/03).
Dia merasakan bangku sekolah di SD Candi III, terletak di Padukuhan Perbutan, Desa Katongan, Kecamatan Nglipar. Tahun 1972 ketika umur 8 tahun ke sekolah berjalan kaki. sejauh 5 km.
Slamet dari Padukuhan Nglebak melewati jalan setapak tengah hutan belantara. Dia hanya berdua dengan Parjo teman sekampung.
“Tanpa sarapan, tanpa sepatu, kujalani pendidikan SD selama 6 tahun,” kenang Slamet.
Empat pengalaman paling mengesankan selama 6 tahun di SD Prebutan menurutnya sulit terlupakan.
(1). Tiap hari Sabtu siswa SD Candi III dibimbing Bacroudin ( Kepala Sekolah ) dan Purwono ( guru kelas ) belajar bertani di hutan BDH Karangmojo menanam singkong. Anak-anak dibimbing mencangkul. Hasil bertani diwujudkan nasi burik (tiwul dicampur nasi) untuk makan bersama di acara perpisahan kelulusan. Kala itu jarang makan nasi putih. Jadi moment perpisahan sangat ditunggu-tunggu.
(2). Setiap hari Kamis, siswa diminta membawa pecahan genting. Dikumpulkan di sekolah, kemudian ditumbuk halus sebagai bahan pengganti semen merah.
(3). Moment yang membuat Cak Slamet bersuka ria, tiap perpisahan dengan kakak kelas, diagenkan sederhana tetapi meriah. Cak Slamet sering terpilih sebagai tim panembromo (kor tembang jawa).
(3). Perpisahan sekolah menurutnya merupakan moment penting, karena selama enam tahun dia selalu memperoleh hadiah segepok buku tulis sebagai penghargaan karena mendapat rangking kelas.
“Sekolah SD kulalui tepat waktu, 6 tahun. Prestasi terakhir sebagai juara 2 kelulusan. juara 1 dipegang mbak Ning, putri Kepala Sekolah,” tutupnya. (bersambung)
Agung Sedayu-ig