GUNUNGKIDUL-JUMAT KLIWON |Tabir persoalan serius penggunaan dana Biaya Umum (BU) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari, terang benderang, terungkap dalam sidang lanjutan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Aris Suryanto, S.Si.T., M.Kes., yang digelar Pengadilan Negeri Wonosari, Senin (06/10).
Di hadapan majelis hakim, ditunjukkan salah satu bukti buku kas umum BU, yaitu catatan informal penerimaan dan penggunaan biaya umum yang dibuat oleh bendahara dan direktur RSUD.
Catatan tersebut tidak pernah dilaporkan dalam laporan keuangan resmi RSUD, dan tidak disajikan dalam audit oleh BPK/BPKP/Inspektorat Daerah.
Dalam catatan, juga diketahui dana biaya umum digunakan untuk berbagai keperluan yang tidak tercantum dalam DPA RSUD, seperti halnya untuk pembelian koper, seragam, mantol, payung, pulsa internet, biaya hotel, uang makan lembur, serta kegiatan rekreasi yang dikemas dalam rapat kerja.
Dari sekian banyak catatan pengunaan dana BU, salah satu yang paling disorot yakni dana biaya umum juga disebut sebut mengalir ke berbagai pihak di luar RSUD, antara lain untuk bantuan HUT partai politik, untuk dewan pengawas RSUD, bupati dan wakil bupati, LSM, media, karang taruna, hingga biaya pelatihan anggota DPRD ke luar daerah.
Selain itu, dalam persidangan juga terungkap bahwa uang BU yang tidak tercantum dalam DPA RSUD digunakan untuk kegiatan pengadaan barang dan jasa.
Pengadaan tersebut dinilai berpotensi fiktif, karena tidak terdapat pencatatan hasil pengadaan sebagai aset BLUD sebagaimana mestinya.
Lebih lanjut, sistem pengadaan melalui e-catalog yang disebut dalam catatan tersebut juga dipertanyakan keabsahannya, sebab sistem e-catalog mewajibkan adanya rekening kegiatan dalam DPA untuk dapat memunculkan paket pengadaan.
Dengan demikian, pengadaan yang bersumber dari dana biaya umum di luar DPA secara teknis tidak mungkin dilaksanakan melalui sistem resmi pemerintah
Temuan tersebut memunculkan tanda tanya besar tentang transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan dana BLUD di RSUD, terlebih karena dana biaya umum bersumber dari potongan jasa pelayanan/remunerasi pegawai.
Hal tersebut dikatakan mantan Kepala Bidang Pelayanan Penunjang Medik dan Non Medik RSUD Wonosari, selaku penggugat usai mengikuti persidangan.
“Selama ini publik hanya melihat RSUD Wonosari dari sisi pelayanan, padahal ada dimensi keuangan yang juga harus akuntabel. Uang yang dipotong dari hak pegawai digunakan tanpa dasar hukum, sementara pertanggungjawabannya tidak pernah diaudit secara resmi. Ini mencederai prinsip tata kelola keuangan BLUD,” ungkapnya.
Sidang PMH, demikian Aris berujar, menjadi momentum penting untuk membuka kembali ruang evaluasi terhadap sistem pengawasan keuangan BLUD RSUD Wonosari, agar praktik pengelolaan dana publik lebih terbuka, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara, untuk sidang lanjutan akan jadwalkan pekan depan, dengan agenda persidangan mendengarkan keterangan saksi tergugat.
Video Terkait
Penulis: Agus SW
Editor: HRD






