Antisipasi Gantung Diri Tidak Masuk Dalam RPJMD 2021-2026

971

WONOSARI-KAMIS PAHING | Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul sepanjang 2021-2026 sesuai indikator kinerja kunci (IKK) diberi tugas menekan angka kematian ibu, bayi dan prevalensi sunting.

Angka kematian karena Covid-19 dan dan gantung diri terlewati, tidak terprogram. Fraksi PAN DPRD Gunungkidul menanyakan, tetapi jawaban Eksekutif sangat normatif.

Fakta tersebut diketahui dari Raperda RPJMD 2021-2026. Bagaimana hal tersebut bisa terlewatkan, sementara kematian karena pandemi dan gantung diri adalah fakta di depan mata.

Menanggapi ketimpangan itu Wakil Ketua DPRD Gunungkidul Heri Nugroho, S.Sn. mengatakan, bahwa Raperda RPJMD 2021-2026 masih dalam proses pembahasan.

“Persetujuan bersama masih minggu depan, masih ada rapat lanjutan,” ujarnya melalui aplikasi WhatsApp, Kamis, 15-7-2021.

Menurut Heri Nugroho masih terbuka untuk diubah, karena belum ada rapat klarifikasi.

Sebagaimana disebut dalam Raperda RPJMD, bawa angka kematian ibu di tahun 2020 terjadi 5 kasus, harapannya tahun 2026 berkurang menjadi 3 kasus.

Angka kematian bayi 8,2 kasus di tahun 2020, ditekan menjadi 7 kasus.

Sementara kasus stunting 2020 15,8 pada tahun 2026 harapannya hanya 14,3 kasus.

Terkait kematian warga karena gantung diri ditanyakan oleh Fraksi PAN mengapa tidak dimasukkan ke dalam Raperda RPJMD 2021-2026 dalam hal ini di IKK Dinas Kesehatan, jawaban eksekutif sangat normatif.

Enam alasan mengapa antisipasi bunuh diri tidak masuk ke dalam RPJMD 2021-2026, pertama, pemerintah cukup melakukan sosialisasi regulasi dan kebijakan tentang penanggulangan bunuh diri.

Kedua, Pemerintah cukup memaksimalkan kinerja team penanggulangan dan penanganan bunuh diri.

Ketiga, Pemerintah melakukan pelatihan deteksi dini kecenderungan bunuh diri dan pelatihan teknik wawancara kepada individu beresiko dan keluarga korban bunuh diri.

Keempat, pengelolaan pelayanan kesehatan orang dengan masalah kesehatan jiwa dan menambah layanan konsultasi kesehatan jiwa di setiap Puskesmas dengan merekrut tenaga psikolog.

Kelima, memetakan potensi orang yang terpapar risiko masalah kesehatan jiwa dengan mengembangkan screning kesehatan jiwa di Puskesmas dan masyarakat.

Keenam, mengoptimalkan koordinasi lintas sektor. (Bambang Wahyu)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.