SLEMAN, SELASA WAGE-Sri Sulastri Hanyaningsih (67) yang sehari-hari biasa dipanggil Bu Ning, warga RT 03 RW 04, Sorogenen I, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terbelit kasus perdata dan pidana. Bu Ning tidak pernah mengira, bahwa drinya bakal berurusan dengan hukum.
“Dua kasus hukum itu bermula dari niat merehap satu-satunya rumah tinggal yang saya tempati,” papar Bu Ning kepada sejumlah awak media di kediamannya, (28/01).
Dia bercerita, tahun 2009, dua sertifikat hak milik (SHM) nomor 09580 (321 meter persegi) dan SHM 09582 (282 meter persegi) atas nama dirinya diagunkan ke BRI Kalasan untuk akad kredit senilai Rp 50.000.000,00.
Didampingi Wisnu Harto selaku kuasa hukum, Bu Ning membeberkan secara detail, bahwa oleh pria bernama Sonny (teman lama, sama-sama berasal dari Wonosobo), Bu Ning dipertemukan dengan wanita pengusaha makanan ringan berinisial CSM (41 tahun), warga Perumahann Roto Kenongo, Banyon, Pendowoharjo, Sewon, Bantul.
“CSM, mengaku bisa membantu saya mengambil kredit Rp 400.000.000,00 di BRI Katamso Yogyakarta dengan kesepakatan penggunaan: Rp 250.000.000,00 untuk saya gunakan menyelesaikan rehab rumah, sementara yang Rp150.000.000 digunakan CSM untuk mengembangkan usahanya,” papar Bu Ning.
Di BRI Cabang Katamso bisa cair lebih besar, demikian Bu Ning menjelaskan, dengan syarat SHM tersebut dibaliknama ke CSM. Alasan logisnya, CSM punya usaha makan ringan, sementara Bu Ning tidak.
Singkat cerita, kedua SHM tersebut dibaliknama ke atas nama CSM, melalui Akta Jual Beli (AJB), di depan Notaris dan PPAT, Winahyu Erwiningsih, SH, Jumat 17 Juli tahun 2009.
Sesuai AJB Nomor 548/209, SHM 1 Nomor 09580 seluas 321 m2 dibeli seharga Rp 108.000.000,00, sementara AJB Nomor 549/2009 SHM 2 Nomor 09852 seluas 282 m2 dibyaar Rp 95.000.000,00.
Tetapi, kata Bu Ning, saya tidak menerima uang dari CSM, karena AJB tersebut hanya merupakan prasyarat pengajuan kredit Rp 400.000.000,00 ke BRI Katamso.
Bu Ning ibarat jatuh ketimpa tangga. Dia tidak menerima Rp 250 juta, melainkan hanya Rp 124 juta. CSM berdalih ada pemotongan administrasi.
Curiga dua SHMnya pindah tangan, Bu Ning mengajak CSM menghadap PPAT, Indra Zulfrisal, SH, 17 Juli 2009, untuk membuat surat pernjajian, bahwa AJB baliknama itu hanya bersifat sementara.
Pada Pasal 7 Surat Perjanjian disebutkan, apabila seluruh kewajiban pinjaman di Bank Rakyat Indonesia telah dilunasi, maka Pihak Kedua (CSM: red), akan mengembalikan setifikat yang dijaminkan untuk diserahkan kepada Pihak Kesatu (Sri Sulastri Handayaningsih – Bu Ning) dan langsung dibaliknama kembali atas nama Nyonya Sri Sulastriningsih.
Dua SHM milik Bu Ning, berdasarkan data yang dicatat secara kronologis, diusul BRI Cabang Katamso, melayangkan pemberitahuan kepada CSM.
Tanggal 28 Agustus tahun 2009, BRI Cabang Katamso mengirim surat Nomor B 3058/VIII/KC/AD/KATAMSO perihal Surat Penawaran Putusan Kredit (SPPK).
“Menunjuk surat permohonan kredit Saudara tanggal 25 Agustus 2009, dengan ini kami beritahukan, bahwa permohonan kredit saudara telah diputus dan kami tawarkan dengan syarat-syarat serta ketentuan sebagai berikut,” demikian bunyi pemberitahuan BRI Cabang Katamso kepada CSM.
Namun, papar Bu Ning, tanpa sepengtahuan saya, CSM ternyata mengajukan kredit modal kerja (KMK) sebesar Rp 1 miliar jatuh tempo 4 Agustus 2013, ditambah kredit expres Rp 500 juta beragunan SHM 09688.
Alhasil, menurut Bu Ning, kredit tersebut dinyatakan macet ole BRI Katamso.
Tahun 2014, CSM ditekan BRI Katamso untuk menyerahkan rumah dan bangunan yang aslinya adalah milik Bu Ning. Dari titik inilah sengketa perdata itu dimulai. (bersambung). (Bambang Wahyu Widayadi)