DARI literatur yang tidak mungkin dibantah, raja Fir’aun, arsitektur Haman serta ekonom Qarun adalah tokoh-tokoh hebat pada masanya. Menurut Al-Qur’an, mereka adalah manusia yang memiliki pandangan tajam.
Sebelum Nabi Musa diutus memperbaiki kebobrokan moral dan tauhid, disebutlah peradaban kaum ‘Ad dan Samud.
“Setan telah menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan (buruk) mereka, sehingga menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam,” Al-‘Ankabut ayat 38.
Begitu pula Fir’aun, Haman serta Qarun. Mereka adalah tokoh berwawasan tajam pada masanya.
“dan (juga) Qarun, Fir’aun, dan Haman. Sungguh, telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa) keterangan-keterangan yang nyata. Tetapi mereka berlaku sombong di bumi……” Al-‘Ankabut ayat 39.
Fir’aun tidak bisa dipandang sebagai raja bodoh. Dia sangat pintar, kelewat pintar dalam hal olah kekuasaan.
Begitu mudah Fir’aun, menundukkan arsitektur ulung seperti Haman.
Raja yang mati tenggelam di Laut Merah ini memerintah Haman membuat menara tembus langit untuk melihat Tuhannya Nabi Musa.
Fir’aun berkata, “Wahai para pembesar kaumku! Aku tidak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarkanlah tanah liat untukku wahai Haman (untuk membuat batu bata), kemudian buatkanlah bangunan yang tinggi untukku agar aku dapat naik melihat Tuhannya Musa, dan aku yakin bahwa dia termasuk pendusta,” Al-Qasas ayat 38.
Kehebatan Fir’aun pun menggoda Ekonom Qarun, sehingga dia membelot dari kaum Musa.
“Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zalim terhadap mereka……” Al-Qasas, ayat 76.
Padahal Allah telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.
Roh penguasa seperti Fir’aun, arsitektur / teknokrat semacan Haman, dan trilyuner seperti Qarun, dewasa ini masih hidup, bahkan semakin banyak.
Mereka membuat kerusakan dengan mengacak-acak bumi atas nama kemajuan dan kesejahteraan.
Mereka dielu-elukan oleh kelompok globalis materialis yang memandang keburukan sebagai sebuah keindahan.
(Bambang Wahyu)