REKRUTMEN LEMAH, KETUA PARPOL TAKUT NYALON BUPATI

1124

GUNUNGKIDUL – Jumat Wage | Indonesia merdeka telah lebih dari tujuh dasa warsa.  Selama itu tidak (belum) ada tradisi magang politik, sebagaimana terjadi di Eropa.

Jabatan Gubernur, serta Bupati / Walikota, diraih tidak melalui karier politik, tetapi lewat lompatan pesona individu, yang kebanyakan berkarier di luar politik.

VIDEO TERBARU :

Meminjam analisa Bambang Cipto dalam buku berjudul “Prospek dan Tantangan Partai Politik”, di Indonesia tidak atau belum muncul tradisi partai kuat seperti di Inggris.

“Seseorang yang memiliki ambisi besar untuk meraih karier politik yang lebih tinggi perlu mengikuti tradisi magang,” tulis Bambang Cipto di halaman 31, Bab 2 sesi bahasan sistem rekrutmen dalam tradisi partai kuat di Inggris.

Itu sangat berbeda dengan di Indonesia, hanya didorong dengan kartu anggota, seseorang yang semula berkarier di dunia intertainment mendadak berbelok arah, menduduki jabatan gubernur, bupati, atau walikota.

Pilkada 2020, ambil saja contoh di Gunungkidul, tradisiti berbelok arah masih mewarnai  kompetisi jabatan bupati pada 23 September 2020.

Ada dua sosok kuat yang awalnya meniti karier di dunia militer kini melirik kursi bupati, di samping para birokrat yang cukup lama tekun di ranah pegawai negeri sipil.

Baik tentara maupun sipil, dua-duanya sesungguhnya bukan kader partai politik. Ketua-ketua partai justru berevoria, pura-pura mencalonkan bupati, seraya mencari calon yang memiliki kekuatan tertentu.

Rekrutmen keanggotaan partai politik di Gunungkidul sangat lemah, sehingga setiap pilkada, sejak 2004 para ketua partai tidak berani bertarung, justru mencari petarung.

Memang pernah terjadi, bahwa ketua parpol mencoba bertarung tetapi tidak di jabatan calon bupati melainkan wakil, dan itu pun gagal memenangkan perhelatan. (Bambang Wahyu Widayadi)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.