KALENDER Pranatamangsa menyajikan pedoman, bahwa kemarau berakhir pada mangsa Katelu, 18 September kalender Masehi.
Berikutnya masuk ke mangsa Kapat selama 25 hari disambung 27 hari mangsa Kalima.
Pada mangsa Kalima warga tani direkomendasikan untuk waspada kesehatan karena suasana alam semplah banyak penyakit. Hujan mulai turun, Kalender Pranatamangsa menyajikan ancer-ancer, tanggal 13 Oktober. Itu hujan pertama, tetapi kadang maju kadang mundur, tergantung pergerakan angin.
Sebelum hujan pertama turun, kaum tani di zone selatan Gunungkidul seperti Kapanewon Tepus, Tanjungsari, Rongkop Girisuba, Paliyan, Saptosari, Purwasari dan Panggang melakukan kegiatan Ngawu-Awu, tanpa dibarengi dengan ritual apapun.
Itu kegiatan pertanian khas Gunungkidul yang unik. Benih gabah dicampur awu (abu gosok) ditampung dalam tenggok, dibawa ke Tegal yang sebelumnya telah dipacul dan diluku.
Cara tebar gabah sangat sederhana. Dengan gathul tanah dibuat lubang dimasuki gabah kemudian diurug.
Mengapa gabah musti dicampur abu baru kemudian ditanam? Hal yang satu ini belum pernah ada penelitian mendalam.
Perkiraan para pengamat pertanian, supaya gabah tahan lama dalam tanah, tidak gampang lapuk dan tidak dimakan semut.
Memasuki Mangsa Kanem umur 43 hari berakhir 21 Desember, petani berharap gabah yang diawu-awu sudah tumbuh.
Logis, karena tanggal 22 Desember memasuki Rendheng, bulan Kapitu, Kawolu dan Kasanga.
Pada masa Kapitu dan Kawolu inilah petani mulai matun (menyiangi) segala tanaman baik padi, jagung kacang tanah dan yang lain.
(Bambang Wahyu)






