Reformasi 1998 hingga tahun 2023 berjalan seperempat abad. Indonesia tidak kunjung dewasa. Bangsa ini mirip gelandangan yang tidak terurus dengan baik. Mengenakan Jas Pancasila, Celana dan sepatu UUD 1945, tetapi menggelandang di emperan toko kaum globalist.
Sila ke 2 butir 3 berbunyi,” Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. Di media sosial hal tersebut terlalu jarang ditemukan. Yang terjadi justru sebaliknya: saling membenci dan memusuhi. Patut dicurigai, pendidikan akhlak keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha esa di negeri ini “tidak berhasil”
Usai Pemilu serentak 14 Februari 2024, pada bulan April tahun 2024 bangsa ini menyongsong datangnya bulan Ramadan yakni tanggal 10 Maret 2024. Puasa selalu berulang Tujuannya cukup jelas, agar manusia semakin bertaqwa. Sebagian besar faktanya di Indonesia tidak demikian. Banyak tokoh muslim justru melakukan kesalahan fatal, sehingga imperialisme gaya baru meraja lela di nusantara.
Imperialisme modern, di samping menguras ekonomi juga menghancurkan akhlak manusia Indonesia. Ideologi dan falsafah bangsa digempur habis-habisan. Ewo segitu bangsa Indonesia tidak merasa terjajah, tetapi malah bangga bisa berpartisipasi mengikuti irama globalisasi.
Apakah tiga pasangan calon pemimpin baru di Indonesia yang berkompetisi itu memikirkan hal tersebut? Saya tidak melihat tanda-tanda yang mengarah mempertahankan uniform Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Cita-cita menjadi negara maju pada tahun 2045 rupanya hanya jargon dan isapan jempol. Buktinya cukup jelas. Presiden Soeharto pernah mengatakan bahwa 20 tahun ke depan Indonesia akan dikemudikan oleh generasi muda. Faktanya generasi yang menggantikan Soeharto gagal merealisasikan ucapan presiden kedua itu. Pendidikan moral gagal total. Bangsa masih seperti “gembel” yang mengenakan setelan jas dan pantalon filosofis, tetapi belum sanggup mengimplementasikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penulis: Bambang Wahyu