LUHUT Binsar Panjaitan tidak suka KPK melakukan OTT terus menerus. Dia ingin Indonesia menjadi negara bermartabat, karena menurutnya, negara bermartabat hampir tidak terjadi OTT.
Pernyataan Luhut Binsar Panjaitan merupakan penegasan ulang terhadap rencana Presiden Joko Widodo yang hendak menerbitkan Perpres untuk menghilangkan OTT yang dilakukan KPK.
Kepala Negara ingin membangun sistem perencanaan elektronik, penganggaran elektronik, dan pengadaan elektronik.
“Sistem ini akan mengurangi, menghilangkan OTT itu tadi. Kalau sistem ini berjalan, enggak ada yang namanya OTT,” kata Jokowi, di depan 500 kepala Daerah, di Istana Negara 24-10-2017 silam.
Sebagaimana diketahui, tahun 2022 lembaga anti rasuah ngamuk melakukan OTT. Selama tahun 2022 lembaga itu melakukan OTT 10 kali. Itu sebabnya Menteri Kelautan Kemaritiman dan investasi menentang OTT.
Pelaku korupsi, sepanjang yang ditangkap tangan (di-OTT) oleh KPK adalah kepala daerah, maka dia pasti kader politik, atau setidaknya dia diusung partai politik, kecuali dia dari calon perseorangan.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku, OTT merupakan salah satu upaya dalam membangun kepercayaan publik. Sebab, kata dia, kebanyakan OTT bermula dari adanya laporan masyarakat. Masukan masyarakat, menurutnya tidak boleh dibiarkan, harus ditindaklanjuti.
Sejumlah pengamat berpendapat, Sepanjang masih terjadi korupsi dan masyarakat melaporkanya dengan data lengkap, tentu saja KPK tidak akan tinggal diam. Jadi sehebat apa pun Peraturan Presiden dengan rencana digitalisasi, tidak cukup efektif menghentikan OTT yang dilakukan KPK.
Sementara itu Kepala Negara mengaku tidak ada kewenangan melarang KPK melakukan OTT.
“Saya tidak bisa bilang ‘jangan’ kepada KPK. Tidak bisa. Hati-hati. Saya bantunya ya hanya ini, membangun sistem ini,” kata Kepala Negara.
Dari sudut mana pun, termasuk dari sisi Undang-Undang Dasar 1945, OTT tidak bisa disalhkan.
Dalam Pasal 27 Ayat 1 disebutkan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Tentang laporan masyarakat pada Ayat 3. dilindungi, “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
Melaporkan adanya tindak korupsi merupakan bagian dari kewajiban membela negara dari rong-rongan para koruptor.
(Bambang Wahyu)